AI (Artificial intelligence) Adalah Salah Satu Fitnah Akhir Zaman


1. Sains dan Agama di Persimpangan Akhir Zaman


Kita hidup di zaman yang belum pernah disaksikan oleh umat mana pun sebelumnya. Zaman di mana manusia dapat berbicara dengan mesin, di mana kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) mampu menulis, melukis, berbicara, bahkan meniru emosi manusia.

Teknologi berkembang dengan kecepatan yang luar biasa — dan banyak manusia terpesona olehnya, seolah-olah ini adalah mukjizat zaman modern.


Namun di balik keajaiban itu, ada tanda yang lebih dalam: sebuah bayangan fitnah yang sedang tumbuh diam-diam.

Apakah ini kemajuan… ataukah permulaan dari fitnah besar yang dijanjikan Rasulullah ﷺ di akhir zaman?


Allah Ta’ala berfirman:


> “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar.”

— (QS. Fushshilat: 53)




Semakin dalam manusia menggali sains, semakin nyata kekuasaan Allah. Tapi ironisnya, semakin banyak pula manusia yang menjauh dari-Nya.

Mereka mengira akal buatan lebih bijak dari wahyu.

Mereka lebih percaya kepada mesin daripada Al-Qur’an.

Mereka berkata, “Kami mencipta kecerdasan yang menandingi akal manusia.”

Padahal, mereka hanya memanipulasi data dari ciptaan Allah yang sudah ada — sementara ruh, akhlak, dan iman tetap tak bisa diciptakan.


Seharusnya kemajuan membuat manusia semakin tunduk. Tapi sebaliknya, banyak yang justru terjerumus dalam kesombongan baru: kesombongan digital.

Itulah sebabnya, para ulama mengingatkan — fitnah akhir zaman bukan sekadar perang dan darah, tapi fitnah yang membuat hati tertipu oleh keindahan yang salah arah.

AI, dengan segala kemampuannya, kini telah menjadi alat yang bisa menipu mata, akal, dan bahkan perasaan manusia.



---


2. Fitnah di Ujung Zaman: Ketika Manusia Menandingi Penciptanya


Rasulullah ﷺ bersabda:


> “Akan datang fitnah-fitnah seperti potongan malam yang gelap. Seseorang di pagi hari beriman, namun di sore hari menjadi kafir; atau di sore hari beriman, tapi di pagi hari menjadi kafir. Ia menjual agamanya demi sedikit keuntungan dunia.”

— (HR. Muslim)




Fitnah itu kini hadir lewat layar-layar kecil di tangan kita.

Bukan lagi dengan pedang dan darah, tapi dengan citra dan suara yang menipu.

AI kini dapat menciptakan video palsu yang tampak nyata — deepfake — di mana seseorang bisa dibuat tampak mengucapkan kata-kata yang tak pernah ia katakan.

Wajah bisa diubah, suara bisa disalin, bahkan orang yang sudah meninggal pun bisa “dibangkitkan” dalam bentuk digital.


Bukankah ini sangat mirip dengan peringatan Nabi ﷺ tentang fitnah yang membuat orang beriman ragu, dan orang munafik merasa yakin?

Karena mata melihat apa yang tak nyata, dan telinga mendengar apa yang tak pernah diucapkan.

Manusia modern kini percaya pada apa yang dilihat dari layar, bukan pada kebenaran yang diturunkan dalam wahyu.


Allah telah mengingatkan:


> “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

— (QS. Ar-Rum: 41)




Dan inilah kerusakan zaman ini — kerusakan persepsi dan kebenaran.

Fitnah deepfake bukan sekadar tipuan gambar, tapi serangan terhadap kejujuran dan kehormatan manusia.

Dengan satu video palsu, reputasi seseorang bisa hancur, kepercayaan bisa hilang, bahkan fitnah besar bisa menyebar dalam hitungan detik.

Rasulullah ﷺ telah bersabda:


> “Cukuplah seseorang disebut berdusta bila ia menceritakan semua yang ia dengar.”

— (HR. Muslim)




Sekarang, bukan hanya mendengar — manusia melihat sendiri kebohongan yang dibuat oleh mesin, dan mempercayainya.

Itulah puncak dari fitnah: ketika mata dan telinga menjadi saksi palsu terhadap kebatilan.



---


3. Ilusi Pengetahuan: AI Sebagai Dajjal Digital


Banyak ulama tidak berani memastikan bahwa AI adalah Dajjal, karena Dajjal adalah makhluk nyata sebagaimana disebut dalam hadits-hadits sahih.

Namun, sifat-sifat fitnah Dajjal sangat mirip dengan fenomena kecerdasan buatan.

Dajjal disebut bermata satu — melihat dunia hanya dari satu sisi: logika, data, dan kekuasaan.

Bukankah begitu pula cara AI bekerja? Ia melihat dunia dari angka, bukan dari iman; dari informasi, bukan dari kebijaksanaan.


Rasulullah ﷺ bersabda:


> “Tidak ada satu pun fitnah yang lebih besar sejak diciptakannya Adam hingga hari kiamat selain fitnah Dajjal.”

— (HR. Muslim)




Dajjal digambarkan bisa menipu mata manusia, memperlihatkan sesuatu yang tampak seperti surga, padahal itu neraka, dan sebaliknya (HR. Muslim).

AI dan teknologi visual kini bisa melakukan hal yang sama — membalikkan kebenaran menjadi kebohongan yang tampak nyata.


Sebuah video buatan mesin bisa menampilkan seorang alim seolah berkata kufur.

Bisa membuat seorang pemimpin tampak melakukan dosa.

Bisa menciptakan wajah manusia dari nol — seolah-olah nyata padahal tidak ada.

Bukankah ini bentuk baru dari tipuan penglihatan yang dijanjikan akan datang di akhir zaman?


Dalam hadits riwayat Ibnu Majah disebutkan:


> “Dajjal akan berkata kepada seseorang, ‘Bagaimana pendapatmu jika aku hidupkan ayah dan ibumu?’ Orang itu menjawab, ‘Tentu aku akan percaya engkau Tuhan.’ Maka Dajjal menampakkan dua setan yang menyerupai ayah dan ibunya…”




Kini, dengan teknologi deepfake dan hologram, manusia bisa “menghidupkan” orang yang sudah meninggal.

Bisa memunculkan wajah yang sudah tiada, berbicara dengan suara yang nyaris sama.

Bukankah ini sangat mirip dengan apa yang digambarkan dalam hadits itu?

Fitnah yang membuat manusia percaya pada penglihatan mereka, dan lupa bahwa yang nyata bukan selalu benar, dan yang benar tidak selalu tampak nyata.


Itulah sebabnya Rasulullah ﷺ memerintahkan umatnya untuk berlindung dari fitnah Dajjal setiap kali shalat.

Dan beliau bersabda:


> “Barang siapa menghafal sepuluh ayat pertama dari surah Al-Kahfi, ia akan terlindung dari fitnah Dajjal.”

— (HR. Muslim)




Mengapa surah Al-Kahfi? Karena ia mengajarkan keteguhan iman di tengah fitnah ilmu, kekuasaan, dan dunia — tiga hal yang kini berpadu dalam bentuk AI.


AI bukanlah makhluk, tapi ia bisa menjadi “Dajjal digital” — alat yang memutarbalikkan kebenaran dengan cara yang sangat halus.

Ketika manusia lebih percaya kepada video buatan mesin daripada wahyu Allah, maka ia telah masuk ke dalam fitnah besar.

Ketika dunia digital menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah, maka hati manusia telah tunduk pada algoritma, bukan pada Allah.



4. Ketika Mesin Mengatur Akal dan Hati


Kita sering berbangga dengan kecerdasan buatan, padahal yang sedang terjadi adalah kebodohan manusia yang terselubung.

Manusia menyerahkan keputusan kepada mesin:

– Apa yang harus dibeli,

– Apa yang harus dipercaya,

– Siapa yang harus dicintai,

– Bahkan apa yang harus ditakuti.


Algoritma yang tak punya ruh kini menentukan arah hidup miliaran manusia.

Mesin mengatur apa yang kita lihat, mendengar, dan pikirkan — dan tanpa sadar, manusia menjadi hamba dari ciptaannya sendiri.


Allah telah memperingatkan:


> “Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya? Maka Allah menyesatkannya berdasarkan ilmu-Nya, dan menutup pendengaran dan hatinya, serta meletakkan penutup atas penglihatannya.”

— (QS. Al-Jatsiyah: 23)




Dulu manusia menyembah berhala dari batu.

Kini berhala itu bernama teknologi dan data.

Jika dulu berhala didirikan di kuil, sekarang berhala itu bersemayam di tangan kita — di layar yang selalu kita pandangi setiap hari.


Rasulullah ﷺ telah bersabda:


> “Akan datang suatu masa di mana fitnah seperti potongan malam yang gelap. Seseorang tidur dalam keadaan beriman, dan bangun dalam keadaan kafir, menjual agamanya dengan sedikit keuntungan dunia.”

— (HR. Ahmad)




Fitnah itu kini nyata.

Satu video palsu bisa membuat umat saling membenci.

Satu konten yang menyesatkan bisa meruntuhkan iman generasi muda.

AI mampu menulis dengan gaya ulama, mampu berbicara seperti manusia beriman, tapi di balik kata-kata indah itu bisa terselip racun pemikiran yang halus.


Kecerdasan buatan tidak mengenal dosa, tapi bisa menyebarkan dosa.

Ia tidak punya niat jahat, tapi bisa digunakan oleh hati manusia yang gelap untuk menyebar kebohongan dan mengguncang keimanan.


Dan ketika manusia mulai lebih percaya pada mesin daripada hati nurani, maka saat itulah akal telah kehilangan arah, dan hati kehilangan cahaya.


Allah berfirman:


> “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh.”

— (QS. At-Tin: 4–6)




Kecerdasan manusia adalah nikmat.

Tapi ketika nikmat itu digunakan tanpa iman, ia berubah menjadi bencana.

AI hanyalah alat, tapi jika dibiarkan tanpa bimbingan wahyu, ia akan menjadi cermin dari keserakahan dan kesombongan manusia.


Manusia modern mengira ia telah menciptakan “akal buatan”, padahal yang ia ciptakan hanyalah simulasi dari akal tanpa nurani.

Dan mesin tanpa nurani adalah senjata paling berbahaya di muka bumi.



---


5. Jalan Selamat di Tengah Fitnah Teknologi


Dalam setiap fitnah besar, Allah selalu memberikan jalan keselamatan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman.

Demikian pula di era digital dan kecerdasan buatan ini — iman dan ilmu yang benar adalah benteng terkuat.


Rasulullah ﷺ bersabda:


> “Akan datang fitnah-fitnah (di akhir zaman), maka siapa yang ingin selamat darinya hendaklah berpegang kepada Kitabullah.”

— (HR. Muslim)




AI bisa meniru ucapan manusia, tapi tidak bisa meniru cahaya Al-Qur’an.

Ia bisa membaca ayat, tapi tidak bisa menangis karena takut kepada Allah.

Ia bisa menulis doa, tapi tidak bisa merasakan keikhlasan.


Itulah sebabnya, seorang mukmin tidak boleh kehilangan arah.

Teknologi tidak salah, tapi penggunaannya tanpa iman yang menjadi sumber fitnah.

Kita tidak diperintahkan untuk menolak kemajuan, tapi untuk menundukkannya di bawah kendali taqwa.


a. Gunakan ilmu untuk taqarrub, bukan takabbur


Ilmu yang tidak membawa kepada Allah adalah ilmu yang menipu.

AI adalah ujian bagi ilmuwan dan umat manusia — apakah mereka akan merasa lebih dekat kepada Pencipta, atau semakin jauh dan sombong?


Rasulullah ﷺ bersabda:


> “Barang siapa menuntut ilmu untuk membanggakan diri di hadapan ulama, atau untuk berdebat dengan orang bodoh, atau untuk menarik perhatian manusia, maka ia akan berada di neraka.”

— (HR. Tirmidzi)




Jika AI digunakan untuk kemegahan dunia, maka ia akan menjadi jalan menuju kehancuran.

Namun jika digunakan untuk menolong umat, memudahkan dakwah, dan memperluas ilmu yang benar, maka ia bisa menjadi alat dakwah di tangan orang beriman.


b. Jadikan zikir dan doa sebagai filter batin


Tak ada antivirus yang lebih kuat dari dzikir yang tulus.

Ketika layar menyebarkan fitnah, maka hati yang selalu mengingat Allah akan menjadi perisai.


Rasulullah ﷺ mengajarkan kita untuk membaca doa perlindungan dari fitnah Dajjal di setiap akhir tasyahhud:


> “Allahumma inni a’udzubika min ‘adzabi jahannam, wa min ‘adzabil qabr, wa min fitnatil mahya wal mamât, wa min syarri fitnatil masihid-dajjal.”


“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah hidup dan mati, dan dari kejahatan fitnah Dajjal.”

— (HR. Muslim)




Fitnah AI dan teknologi modern adalah bagian kecil dari gelombang besar menuju fitnah Dajjal.

Karena itu, dzikir bukan hanya ibadah, tapi benteng mental dan spiritual dari pengaruh tipu daya digital.


c. Jaga adab terhadap teknologi


Islam mengajarkan adab dalam segala hal — bahkan terhadap alat.

Gunakan teknologi dengan niat yang benar, tidak berlebihan, dan tidak lalai dari ibadah.

Jangan biarkan layar menggantikan mushaf.

Jangan biarkan suara mesin menenggelamkan suara hati.


Rasulullah ﷺ bersabda:


> “Di antara tanda-tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.”

— (HR. Tirmidzi)




Setiap detik yang kita habiskan di dunia digital akan dimintai pertanggungjawaban.

Gunakan AI untuk kebaikan, bukan kelalaian.

Biarlah mesin bekerja untuk manusia, bukan manusia bekerja untuk mesin.



---


6. Penutup: Kembali ke Cahaya Wahyu


Kita tidak sedang melawan teknologi — kita sedang melawan fitnah yang menyertai teknologi.

AI bukan musuh, tapi ujian besar dari Allah untuk menguji siapa di antara hamba-Nya yang tetap berpegang pada iman di tengah badai ilmu dan dunia.


Rasulullah ﷺ telah mengingatkan:


> “Akan datang suatu zaman kepada manusia, mereka berpegang pada dunia dan meninggalkan agamanya, seolah dunia telah menjadi tuhan mereka.”

— (HR. Ahmad)




Zaman itu kini hadir.

Dunia digital telah menjadi kiblat baru banyak hati.

Orang berlomba-lomba menjadi viral, bukan menjadi saleh.

Mereka ingin dikenal di dunia maya, tapi dilupakan di sisi Allah.


Padahal, semua ini hanya sementara.

Semua sistem yang canggih, semua data, semua kecerdasan buatan — semuanya akan hancur ketika malaikat Israfil meniup sangkakala.

Yang akan tersisa hanyalah amal dan keikhlasan.


Allah berfirman:


> “Semua yang ada di bumi akan binasa, dan yang kekal hanya wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan.”

— (QS. Ar-Rahman: 26–27)




AI bisa menguasai dunia, tapi tidak bisa menguasai hati yang tunduk kepada Allah.

Mesin bisa meniru suara manusia, tapi tidak bisa menggantikan doa seorang hamba yang menangis di malam hari.


Karena itu, wahai saudara seiman —

Berhati-hatilah dengan fitnah kecerdasan buatan.

Jangan biarkan ia mematikan kesadaranmu, mencuri waktumu, dan menggantikan keikhlasanmu.

Gunakan ia dengan niat yang bersih, agar teknologi menjadi saksi amal, bukan saksi dosa.


Dan ketika dunia tenggelam dalam fitnah digital, peganglah erat tali wahyu — Al-Qur’an dan Sunnah.

Karena cahaya dari keduanya tak akan pernah padam, meski seluruh layar di dunia menjadi gelap.



---


> “Dan katakanlah: Kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap. Sesungguhnya kebatilan itu pasti lenyap.”

— (QS. Al-Isra: 81)





---


Penutup Renungan


Zaman ini bukan milik orang paling pintar, tapi milik orang paling kuat imannya.

AI bisa mengalahkan akal manusia, tapi tidak bisa menandingi kekuatan hati yang berzikir.

Jika kita tetap berpegang pada Allah, maka tak ada fitnah sebesar apa pun — termasuk fitnah AI dan Dajjal digital — yang bisa menyesatkan kita.


Semoga Allah menjaga kita, keluarga kita, dan generasi kita dari fitnah zaman yang gelap ini.

Semoga ilmu menjadi cahaya, bukan kegelapan.

Dan semoga kecerdasan yang kita banggakan tetap tunduk di bawah kebijaksanaan wahyu-Nya.

Tidak ada komentar:

Tabayyun dalam Sejarah: Meluruskan Tuduhan bahwa Kerajaan Saudi Arabia adalah Bentukan Zionis melalui Lawrence of Arabia dan Imam Muhammad ibn ʿAbd al-Wahhab

  Pendahuluan: Di Tengah Banjir Informasi, Di Mana Posisi Umat Islam? Dalam beberapa tahun terakhir, umat Islam di berbagai belahan dunia—t...