Pendahuluan
Riba merupakan salah satu dosa besar yang kedudukannya sangat berat dalam Islam. Ia tidak hanya merusak sistem ekonomi yang adil dan berkeadilan, tetapi juga menghancurkan nilai moral, sosial, dan spiritual masyarakat. Dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta‘ala dengan tegas mengumandangkan perang terhadap para pelaku riba, dan Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa setiap orang yang terlibat dalam sistem riba—baik secara langsung maupun tidak langsung—memiliki andil dalam dosa tersebut.
Di era modern, sistem riba telah terlembaga dalam berbagai bentuk, terutama pada lembaga keuangan konvensional seperti bank, perusahaan pembiayaan, leasing, kartu kredit, dan lembaga keuangan lain yang berbasis bunga. Tidak hanya pelaku utama yang terlibat, seperti pemberi pinjaman dan penerima pinjaman, tetapi juga seluruh elemen perusahaan yang mendukung berjalannya sistem riba, seperti akuntan, debt collector, bagian legal, customer service, bahkan petugas keamanan (security), semuanya memiliki peran dalam menopang operasional lembaga ribawi tersebut.
Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang dosa menjadi karyawan di tempat riba, dengan meninjau dari dalil Al-Qur’an, hadis, pandangan ulama, dan realitas sistem ekonomi modern, serta menjelaskan bagaimana setiap peran di dalamnya ikut terlibat dalam dosa riba, walaupun tidak secara langsung mengambil atau memberi bunga.
---
1. Pengertian Riba dalam Islam
a. Secara bahasa
Riba (رِبَا) secara bahasa berarti tambahan, kelebihan, atau pertumbuhan. Dalam konteks ekonomi Islam, maknanya bukan sekadar tambahan biasa, melainkan tambahan yang tidak sah secara syariat.
b. Secara istilah syar’i
Riba adalah setiap tambahan yang diambil atas pokok utang atau pinjaman yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Imam An-Nawawi menjelaskan:
> “Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi tertentu yang bertentangan dengan prinsip muamalah yang dibolehkan syariat.”
(Al-Majmu’, 9/419)
Ada dua jenis utama riba:
1. Riba Nasi’ah – tambahan yang diambil karena penundaan pembayaran (bunga atas pinjaman).
2. Riba Fadl – tambahan dalam pertukaran barang ribawi yang sejenis tetapi tidak seimbang.
Dalam praktik modern, riba nasi’ah adalah bentuk yang paling umum ditemukan dalam lembaga keuangan konvensional.
---
2. Larangan Riba dalam Al-Qur’an dan Hadis
Larangan riba ditegaskan dalam banyak ayat Al-Qur’an, di antaranya:
a. Al-Baqarah: 275-279
> “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit gila. ... Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba... Maka jika kamu tidak melaksanakannya, maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 275-279)
Ayat ini sangat keras, karena tidak ada dosa lain yang secara eksplisit disebutkan bahwa Allah mengumumkan perang kecuali dosa riba.
b. Ali Imran: 130
> “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba yang berlipat ganda, dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.”
(QS. Ali Imran [3]: 130)
c. Hadis Nabi ﷺ
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Rasulullah ﷺ melaknat orang yang memakan riba, yang memberi riba, penulisnya, dan dua saksinya.”
Lalu beliau bersabda:
“Mereka semuanya sama (dalam dosa).”
(HR. Muslim no. 1598)
Hadis ini menjadi dasar utama bahwa semua pihak yang terlibat dalam sistem riba — baik secara langsung maupun tidak langsung — ikut berdosa. Termasuk di dalamnya semua pekerja yang membantu berjalannya transaksi ribawi.
---
3. Mengapa Bekerja di Lembaga Ribawi Diharamkan
Larangan bekerja di lembaga ribawi didasarkan pada prinsip bahwa tolong-menolong dalam dosa dan maksiat juga termasuk dosa. Allah Ta‘ala berfirman:
> “Dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
(QS. Al-Ma’idah [5]: 2)
Setiap pekerjaan yang secara langsung atau tidak langsung mendukung aktivitas riba termasuk dalam kategori ta’awun ‘ala al-itsmi wal-‘udwan (tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan).
Ulama sepakat bahwa meskipun seseorang tidak terlibat dalam akad riba secara langsung, tetapi jika pekerjaannya mendukung, memfasilitasi, atau melindungi sistem riba, maka ia termasuk bagian dari dosa tersebut.
---
4. Siapa Saja yang Termasuk Terlibat dalam Dosa Riba
Banyak orang beranggapan bahwa dosa riba hanya ditanggung oleh peminjam dan pemberi pinjaman. Padahal, Rasulullah ﷺ telah menjelaskan bahwa semua yang terlibat dalam rantai sistem riba mendapatkan bagian dari laknat tersebut.
Berikut adalah penjelasan peran-peran yang termasuk terlibat:
---
a. Akuntan dan Staf Keuangan
Akuntan yang mencatat, menghitung, dan melaporkan transaksi berbasis bunga merupakan pihak yang menulis dan mengarsipkan riba. Dalam hadis disebutkan bahwa penulis riba dilaknat sebagaimana pelakunya.
Contoh aktivitasnya:
Membuat laporan keuangan dengan pos “pendapatan bunga”.
Menghitung bunga pinjaman atau deposito.
Mengatur pembukuan untuk audit lembaga ribawi.
Dalilnya:
> “Rasulullah melaknat penulis riba dan dua saksinya.” (HR. Muslim)
Hukum:
Haram dan termasuk dosa besar, karena pekerjaan tersebut secara langsung mendukung sistem riba agar tetap berjalan.
---
b. Debt Collector (Penagih Utang Ribawi)
Debt collector menjadi alat tekanan bagi lembaga riba untuk memaksa nasabah membayar bunga yang telah ditetapkan. Ia bukan sekadar menjalankan tugas administratif, tetapi membantu dalam mengambil harta orang lain dengan cara batil.
> “Dan janganlah kamu makan harta sesamamu dengan cara yang batil...”
(QS. Al-Baqarah [2]: 188)
Dosa besar karena menegakkan kezaliman atas dasar sistem ribawi. Meskipun hanya “menjalankan perintah”, ia tetap bertanggung jawab atas tindakan zalim tersebut.
---
c. Bagian Legal dan Hukum (Legal Department)
Bagian legal bertugas membuat kontrak, menyiapkan dokumen hukum, dan membela lembaga ribawi di pengadilan jika terjadi sengketa. Ini termasuk bentuk membela kebatilan.
> “Dan janganlah kamu menjadi penolong bagi orang-orang yang berkhianat.”
(QS. An-Nisa [4]: 105)
Menulis atau mengesahkan akad riba, bahkan dengan terminologi hukum yang rumit, tetap termasuk membantu transaksi haram. Maka dosanya sama dengan penulis dan saksi riba.
---
d. Customer Service dan Teller
Customer service dan teller menjadi perantara antara nasabah dan sistem riba. Mereka menjelaskan produk berbasis bunga, membantu pembukaan rekening deposito konvensional, atau memproses pinjaman berbunga.
Dalil:
> “Mereka semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim)
Walaupun mereka tidak menentukan bunga, pekerjaannya menjadi penghubung yang memudahkan terjadinya transaksi haram. Maka tetap termasuk dalam lingkaran dosa.
---
e. Marketing dan Sales Produk Ribawi
Marketing yang menawarkan produk pinjaman berbunga atau kartu kredit jelas berperan dalam memasarkan dosa. Mereka mengajak orang untuk masuk ke sistem yang Allah perangi.
> “Siapa yang menyeru kepada kesesatan, maka ia mendapatkan dosa seperti dosa orang yang mengikutinya.”
(HR. Muslim no. 2674)
Promosi produk riba termasuk bentuk dakwah kepada kebatilan. Walaupun dilakukan demi target pekerjaan, tidak menghapus dosa yang melekat pada aktivitas tersebut.
---
f. Manajemen dan Pimpinan
Direktur, manajer, atau pimpinan lembaga ribawi adalah pengambil kebijakan utama. Mereka bukan hanya terlibat, tapi menjadi arsitek sistem riba itu sendiri. Maka dosanya lebih berat karena mereka menjadi sebab banyak orang terjerumus.
> “Pemimpin yang menyesatkan umatnya lebih berat siksaannya daripada yang mengikuti.”
(HR. Ahmad)
---
g. Bagian IT dan Sistem Informasi
Mereka membuat sistem digital untuk perhitungan bunga, pengelolaan akun, dan transaksi ribawi. Meskipun tampak teknis, hakikatnya mereka memfasilitasi dosa.
Kaedah fiqh:
> “Segala sesuatu yang menjadi sarana menuju haram, hukumnya juga haram.”
Maka membuat sistem riba termasuk bagian dari sarana dosa.
---
h. Bagian HRD dan Rekrutmen
HRD yang merekrut karyawan untuk lembaga ribawi juga terlibat secara tidak langsung dalam memperluas sistem haram tersebut. Setiap karyawan baru yang direkrut untuk menjalankan riba berarti memperkuat jaringan maksiat.
---
i. Security, Office Boy, dan Staf Pendukung Lain
Sebagian orang mungkin berpikir, “Saya hanya security, tidak ikut menulis atau meminjam uang.” Namun, dalam pandangan syariat, selama pekerjaannya menolong berlangsungnya sistem riba, ia tetap ikut dalam dosa secara proporsional.
> “Barang siapa membantu suatu kezaliman walaupun dengan separuh kalimat, maka ia ikut memikul dosanya.”
(HR. Ahmad)
Security yang menjaga kantor riba, OB yang membantu operasionalnya, bahkan driver yang mengantar dokumen akad riba — semua termasuk unsur penolong terhadap dosa.
---
5. Harta dari Pekerjaan Ribawi Tidak Diberkahi
Salah satu konsekuensi paling berat dari bekerja di tempat riba adalah hilangnya keberkahan harta. Meskipun gaji terlihat besar, namun Allah mencabut keberkahannya.
> “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 276)
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa maksud “memusnahkan riba” adalah Allah menghapus keberkahan dari harta tersebut, meskipun secara zahir tampak bertambah.
Akibatnya:
Harta cepat habis tanpa sebab.
Keluarga tidak tenang.
Anak-anak sulit diarahkan.
Doa tidak dikabulkan.
Hati keras dan jauh dari cahaya iman.
Nabi ﷺ bersabda:
> “Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram, maka neraka lebih pantas baginya.”
(HR. At-Tirmidzi)
---
6. Pandangan Ulama Tentang Pekerjaan di Lembaga Ribawi
a. Imam An-Nawawi
> “Hadis ini (tentang laknat semua pihak yang terlibat) menunjukkan bahwa dosa riba tidak hanya bagi pelakunya, tapi juga bagi orang yang menulis, menyaksikan, dan membantu dalam bentuk apapun.”
(Syarh Shahih Muslim, 11/26)
b. Syaikh Ibn Baz
> “Tidak boleh bekerja di bank konvensional, meskipun hanya sebagai satpam atau tukang bersih-bersih, karena itu berarti membantu mereka dalam perbuatan dosa.”
(Majmu’ Fatawa Ibn Baz, 19/341)
c. Syaikh Utsaimin
> “Semua pekerjaan yang membantu berjalannya riba termasuk dalam larangan Allah pada QS. Al-Ma’idah: 2. Maka wajib bagi setiap Muslim menjauhi lembaga ribawi dan mencari rezeki yang halal.”
(Fatawa Nur ‘ala ad-Darb, no. 18/213)
---
7. Jalan Keluar dan Solusi Bagi yang Terlanjur Bekerja di Tempat Riba
Banyak orang yang menyadari dosa riba setelah mereka lama bekerja di lembaga tersebut. Islam tidak menutup pintu taubat. Allah Maha Pengampun bagi siapa pun yang kembali kepada-Nya dengan sungguh-sungguh.
a. Segera Bertaubat
> “Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, mereka ingat kepada Allah, lalu memohon ampun atas dosa-dosa mereka...”
(QS. Ali Imran [3]: 135)
Taubat yang benar harus disertai tiga hal:
1. Menyesali perbuatan.
2. Berhenti melakukannya.
3. Bertekad tidak mengulanginya.
---
b. Segera Cari Pekerjaan Halal
Rezeki Allah sangat luas. Jangan takut kehilangan pendapatan karena meninggalkan yang haram. Allah berjanji:
> “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”
(QS. At-Talaq [65]: 2-3)
Banyak bidang pekerjaan halal seperti:
Perdagangan syariah.
Usaha jasa halal (transportasi, pendidikan, pertanian, logistik, teknologi).
Lembaga keuangan syariah yang sesuai fatwa DSN-MUI.
Freelance digital halal, data entry, atau usaha mandiri kecil-kecilan.
---
c. Gunakan Waktu Transisi dengan Bijak
Jika masih terikat kontrak, gunakan waktu tersebut untuk:
Menyusun rencana hijrah karier.
Menabung untuk persiapan keluar.
Belajar keterampilan halal (misalnya coding, akuntansi syariah, bisnis online, dll).
---
d. Bersedekah dari Harta yang Diragukan
Ulama menyarankan bagi yang sempat menerima gaji dari pekerjaan ribawi, tidak boleh menikmatinya dengan niat keuntungan pribadi, tetapi dapat dikeluarkan sebagai sedekah tanpa niat pahala, untuk membersihkan harta.
---
8. Hikmah Besar di Balik Larangan Riba
Islam melarang riba bukan tanpa alasan. Larangan ini membawa hikmah besar dalam menjaga keadilan ekonomi dan ketenangan sosial.
a. Mencegah Kezaliman
Riba membuat si kaya semakin kaya dan si miskin semakin miskin. Dengan bunga, orang yang butuh pertolongan justru dieksploitasi.
b. Menjaga Keberkahan Harta
Sistem tanpa bunga menumbuhkan semangat tolong-menolong dan keberkahan, sebagaimana Allah janji dalam ayat sedekah.
c. Melatih Keimanan dan Tawakal
Meninggalkan riba seringkali sulit secara finansial, namun menjadi bukti kuatnya iman dan kepercayaan kepada Allah.
---
9. Perbandingan Pekerjaan Ribawi dan Pekerjaan Halal
Aspek Pekerjaan di Tempat Riba Pekerjaan Halal
Sumber penghasilan Bunga dan transaksi haram Jual beli sah, jasa halal
Keberkahan Hilang, diganti kesempitan Diberkahi dan menenangkan
Nilai di sisi Allah Diperangi Allah dan Rasul-Nya Dapat pahala dan ridha Allah
Dampak sosial Menindas dan menjerat masyarakat Membantu sesama dan menumbuhkan ekonomi
---
10. Penutup
Bekerja di tempat yang menjalankan sistem riba bukan sekadar pilihan ekonomi, tetapi pilihan akidah. Seorang Muslim harus sadar bahwa ia sedang berada di medan perang spiritual yang nyata: antara sistem Allah dan sistem yang Allah perangi.
Riba adalah bentuk kezaliman ekonomi yang membuat manusia bergantung pada bunga, bukan pada keadilan. Setiap karyawan—baik akuntan, debt collector, legal, marketing, security, atau customer service—yang turut menegakkan bangunan riba berarti ikut menegakkan sistem dosa besar yang mengundang murka Allah.
Namun, Islam selalu membuka pintu taubat. Bagi siapa pun yang menyadari kesalahannya dan ingin berhenti, Allah menjanjikan ampunan, jalan keluar, dan rezeki yang lebih baik.
> “Barang siapa meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantikannya dengan yang lebih baik.”
(HR. Ahmad)
Semoga artikel ini menjadi peringatan sekaligus motivasi bagi setiap Muslim untuk meninggalkan pekerjaan di tempat riba dan beralih ke rezeki yang halal dan penuh berkah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar