SEJARAH PEMAHAMAN KELIRU MENYANGKUT WAHABI, SALAFI, SUFI (NU), SYIAH

Assalaamu’alaikum.

Bismillah. Demi Allah.

Atas dasar persaudaraan muslimiin, kami menuliskan ini. Dan kami muslimiin, sedapat mungkin menjadi Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Sunni) dengan nama lain, adalah: Sunni, juga Ahlul Hadits, Al Firqotun Najiyah, Ath Thoifatul Mansuroh, Al Ghuroba, dll. Yang nama-nama ini ada dasar kaidahnya dalam Al Quran dan As Sunnah/Al Hadits.

Juga banyak dari kami dihubungkan dalam jaringan di berbagai negara.

Dan kami nyatakan:

(1) Kami sungguh merasa heran, karena sampai saat ini kami TIDAK MENEMUKAN adanya satupun madzhab (pemahaman Fiqh), manhaj (pemahaman agama), bahkan hanya organisasi - baik yang besar maupun kecil atau bahkan hanya kelompok pengajian - yang memakai nama resmi “Wahabi” atau "Wahhabi".

Yang kami, temukan adalah bahwa sebutan atau penamaan atau istilah “Wahabi” ini DICIPTAKAN Kerajaan Inggris saat menjajah Arabia Tengah.

Ini mereka maksudkan sebagai sebutan mudah terhadap para pejuang kemerdekaan Arab dari penjajahan Inggris, yang adalah kebanyakan pengikut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bin At Tamimi, yang adalah seorang guru agama (Syaikh) Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang mengakui keempat Imam Fiqh dan mencintai Ahlul Bait, sebagaimana wajarnya muslimiin, namun kiranya lebih sering memakai madzhab fiqh Hanbali daripada madzhab fiqh Maliki, Hanafi, dan Syafi’i.

Dan mereka ini adalah juga kaum yang memurnikan penyimpangan ‘aqidah, bid’ah, khurafat, syirik, di daerah Arabia Tengah, di saat itu, di masa-masa itu.

Mereka kemudian di Indonesia juga dikagumi dan diikuti banyak ‘ulama dan pahlawan, misalnya oleh Imam Bonjol (yang langkahnya MENGUSIR penjajah Belanda juga dimulai dengan memurnikan ‘aqidah dan ritual ‘ibadah di Minangkabau-Sumatera Barat), Pangeran Diponegoro di Jawa, Buya HAMKA, Presiden Ahmad Sukarno, dll.

Beserta ribuan massanya.

Istilah “wahabi’ ini pun salah, dalam tata bahasa Arab, jika dinisbatkan kepada Syaikh At Tamimi itu. Karena nama beliau, Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab bin At Tamimi, adalah “Muhammad” dan bukan “Wahhab”, karena nama “Abdul Wahhab” adalah nama ayah beliau yang mereka berasal dari kabilah (suku) Arab “At Tamimi” atau “Bani Tamim” (yang kabilah ini sudah ada sejak masa Rosululloh shollollohu ‘alaihi wasallam setidaknya).

Jika ini dinisbatkan kepada beliau maka seharusnya “Muhammadi” seperti Ormas Islam “Muhammadiyah” menamai organisasi dan menisbatkannya kepada Rosululloh Muhammad shollollohu ‘alaihi wasallam dan mengikuti beliau - shollollohu ‘alaihi wasallam – sebagai “Muhammadi” atau “Muhammadiyah”.

Bahkan seperti “Ahmadi” atau “Ahmadiyah” yang mengikuti Mirza Ghulam Ahmad.

Dan kemudian ini disalah-artikan MENJADI antara mereka yang memang difatwai sesat oleh Syaikh Al Lakhmi (seorang ‘ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah), yakni pengikut seseorang yang bernama Abdul Wahab bin Rustum, yang memang in syaa Allah tergolong Khawarij (kaum ekstrimis-separatis muslim), yang berbeda DENGAN kaum Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (Sunni) yang rata-rata bermadzhab Hanbali di Arabia Tengah (kini menjadi sebagian Arab Saudi), pengikut Syaikh Abdul Wahab bin At Tamimi itu.

Juga:

(2) Adalah Syi'ah (kini berpusat di sebuah wilayah yang bernama negara Iran) yang kemudian sangat senang sekali meneruskan dan menyebar-luaskan penyalah-artian alias KEBOHONGAN ini, bahkan menambahinya dengan aneka konotasi dan denotasi tak baik.

UNTUK mendiskreditkan muslim Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang secara umum berusaha berpegang kepada Al Quran dan As Sunnah sebaik-baiknya.

Dan karena kaum Syi’ah mengklaim dirinya sebagai pencinta, pendukung kaum Ahlul Bait, maka mereka berusaha mempopulerkan ide bahwa kaum Sunni, tidak demikian.

Khususnya kaum Sunni yang berimbang menyikapi kaum Ahlul Bait dan tidak taqlid-fanatik buta terhadapnya, dengan tetap tidak mengingkari keistimewaan nasab kaum Ahlul Bait sejati dan tetap mencintai Ahlul Bait yang menegakkan sunnah Rosululloh shollollohu ‘alaihi wasallam.

Terutama ini dilakukan melalui kaum yang awam sejarah. Terutama sejarah terbentuknya kaum Syi’ah yang juga berhubungan dengan kaum Yahudi Madinah, dan Yahudi Persia serta kaum Majusi Persia yang Persia kini menjadi sebagian Iraq dan seluruh Iran itu.

Dan melalui kaum Islam yang masih sarat dengan aneka pelaksanaan tradisi lokal turun-temurun, adat-istiadat, mistisme, legenda, kepercayaan, dll yang masih – sebagian – jauh dari sunnah, di Nusantara. Serta kaum Sufi. Termasuk versi Mistisme-nya dari ini.

Semuanya ini in syaa Allah masih pula yakin bahwa dirinya adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah sejati, namun tentu saja ini tinggal PATUT dicocokkan dengan standar Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang benar sesuai Al Quran dan As Sunnah atau tidak.

Dan kita tahu bahwa akidah dasar dari kaum Tasawwuf/Tashawwuf/Sufi/Shufi yang menyerap aneka campuran ‘aqidah dari khazanah Buddha, Hindu-India, Failasuf (Filosofi) Yunani Kuno, Mesopotamia, Babylonia dll; juga membesar bersamaan dengan kaum Syi’ah, Mu’tazilah, Qadariyah, Jabariyah, dll.; di masa kekholifahan timur islam, Bani Abbasiyah, di Baghdad dulu.

Dan berbeda dengan kaum Syi’ah, yang memang secara resmi menyebut dirinya sebagai “Syi’ah”, maka tak ada dari kaum yang disebut sebagai ‘wahabi’ ini yang benar-benar resmi menyebut diri mereka sebagai “wahabi”.

(3) Perihal negara Arab Saudi yang ditudingi ‘wahabi’ sendiri, maka ulama, mufti dan rakyatnya secara dominan bermadzhab fiqh “Hanbali”, yang Imam Ahmad bin Hanbal, tentu saja adalah salah satu Imam Fiqh kaum Sunni.

Mereka sendiri seringkali heran, saat disebuti sebagai "Wahabi" oleh sementara pihak yang bahkan sering tak tahu apa makna “wahabi” ini sesungguhnya, yang sebutan ini justru mereka temukan pula ada MEREBAK di luar Saudi, bahkan DI LUAR kawasan ARAB/Timur-Tengah, BUKAN di kalangan Arab Saudi dan negara-negara Arab.

DAN adalah negara Persia (Iran) dan Syi’ahnya yang – sekali lagi – menjadi sumber penyebutan bahkan aneka fitnah bohong tentang ini. Adalah kaum Syi’ah yang berusaha keras melebarkan, mempopulerkan, melakukan propaganda ini.

Sedangkan kita tahu, kaum Syi’ah pada dasarnya atau sebagian besar sekte mereka amat membenci Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang memang ada dalam aneka dasar ‘aqidah mereka.

Khususnya kebencian kaum Syi’ah terhadap mereka kaum muslimiin yang berada di negara Arab Saudi yang termasuk paling gencar menasihati kaum Syi’ah secara umum, sebagaimana ‘aqidah dan adab dasar muslimiin secara umum.

Maka sungguh, istilah harapan bahwa agar Syi'ah dan Sunni saling mencintai, tetap MASIH jauh dari kenyataan. Terutama karena senangnya mereka mengkafirkan Sunni dan para Shahabab/Sahabat Nabi, rodhiollohu 'anhum.

(4) Dulu - bahkan sebagian hingga kini - yang DICAP demikian, yakni "Wahabi", di Republik Indonesia, adalah Organisasi Massa seperti:

• Muhammadiyah

• Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia

• Al Irsyad al Islamiyyah

• Al Islam

• Ash Shofwah

• Wahdah Islamiyah

• HASMI

• Hidayatullah

• ... dan seterusnya.

Penjelasannya:

PARA PENDIRI dari Organisasi Massa (Ormas) bernama Al Irsyad, Muhammadiyah, Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia, terutama adalah MURID DARI Syaikh Ahmad Al Surkati Al-Anshori, seorang Syaikh Makkah, mereka belajar Islam dari Syaikh Surkati dan para sahabatnya, dari pemahaman (manhaj) yang kemudian diisukan sebagai "wahabi" dengan segala kebohongan buruk oleh Syi'ah itu.

Syaikh Ahmad Surkati, Allah yaa arhamu, adalah orang Sudan dan MURID DARI MURID-MURID Syaikh Abdul Wahab At Tamimi yang difitnahi sebagai perusak Islam mengajarkan apa yang oleh sementara orang disebut sebagai 'wahabi" - entah apa pula ini sebenarnya - itu.

Syaikh Ahmad Surkati banyak mengajar di Indonesia/Asia Tenggara, membawakan pemahaman Ahlus Sunnah Jama’aah yang in syaa Allah sesuai Sunnah, sebagaimana yang dicontohkan Rosululloh shollollohu ‘alaihi wasallam dan generasi para Sahabat, generasi para Tabi’in, dan generasi para Tabi’ut Tabi’iin (yang kemudian biasa disebut sebagai kaum Salafush Sholih atau kaum terdahulu yang salih), dibandingkan kemungkinan ajaran aliran dan ‘ulama lain di kawasan ini.

Bahkan sekali lagi, istilah ‘wahabi’ – yang sebenarnya tak pernah resmi ada itu – adalah salah jika ditelaah berdasarkan gramatikal bahasa Arab jika ditahbiskan kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahbab at Tamimi.

Dan juga salah jika dilabelkan dengan tambahan konotasi negatif terhadap kaum yang "Salafi" (pengikut kaum Salafush Shalih alias generasi kaum Sahabat lalu generasi kaum Tabi’in dan generasi kaum Tabi’ut Tabi’in yang DIJAMIN ALLAH sebagai yang TERBAIK dalam berislam dalam banyak kaidah ayat Al Quran dan As Sunnah/Al Hadits) ... yang sama-sekali BUKAN organisasi, melainkan adalah cara pemahaman (manhaj) orang-orang yang berusaha meneladani kaum Salafush Sholih dalam kehidupannya, sebaik mungkin.

Sekali lagi, agar tidak disalah-artikan, maka kaum SALAFUSH SHOLIH itu, atau kaum Shahabah, Tabi’iin dan Tabi’ut Tabi’iin DIJAMIN ALLAH dalam ayat Al Quran dan dalam Hadits SEBAGAI YANG TERBAIK - SAMPAI KAPANPUN – DALAM BERISLAM.

Maka dalam Tata Bahasa Arab, para pengikut kaum Salafush Sholih itu tentu saja disebut kaum “Salafiyyuun”. Alias kaum yang mengikuti (teladan) kaum Salafush Sholih itu.

Dan seluruh kaum muslimiin sewajarnya ingin seperti mereka.

Seluruh muslim di generasi sesudah generasi Tabi’ut Tabi’in tentu saja wajar disebut “Salafiyyun” ini. Bahkan pesantren dari Ormas Nahdatul Ulama (NU) tentu saja hingga kini memakai kata ini (“Pesantren Salafiyah” atau “Pesantren Salaf”).

PADAHAL:

Setelah MUI Jakarta Utara memperhatikan, mengingat dan menimbang dalil-dalil akhirnya memutuskan dan menetapkan bahwa:

"Salaf/ Salafi TIDAK termasuk ke dalam 10 Kriteria Aliran Sesat yang telah ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sehingga salaf/ salafi bukanlah merupakan sekte atau aliran sesat sebagaimana yang berkembang belakangan ini."

Ini ditetapkan pada tanggal, 12 Rabiul Akhir 1430 H/ 08 April 2009 M.

Silahkan melihat fatwanya di sini: http://ibnuramadan.files.wordpress.c...fatwa-mui1.pdf

Maka perhatikanlah, bahwa mereka semua yang dituduhi, dilabeli “Wahabi” ini TERNYATA biasanya justru orang-orang yang sangat ingin berusaha melakukan agama, amal-ibadah yang, HANYA ada di dan paling sesuai dengan Al Quran dan As Sunnah, dan berusaha tak dipengaruhi agama lain, adat-istiadat, bahkan legenda, mitos, simbolisme macam-macam, mistik dan kelakuan Jin dll; juga bukan atas dasar kebiasaan kedaerahan, melainkan keuniversalan.

Maka istilah “Salafush Sholih” sendiri adalah sebutan bagi kaum Sahabat, Tabi’iin, dan Tabi’ut Tabi’iin YANG DIJAMIN SEBAGAI GENERASI MUSLIMIIN TERBAIK OLEH ALLAH yang mereka dalam hal ini tentu saja termasuk tentu kaum Ahlul Bait yang hidup di masa itu.

Mereka ini semua dijamin TERBAIK keislamannya oleh Allah dan Rosululloh shollollohu ‘alaihi wasallam di banyak kaidah surah Al Qur’an dan As Sunnah.

Misalnya, yang mudah, di:

“Sebaik-baik umatku adalah pada abadku ini (kaum Sahabat), kemudian yang sesudahnya (kaum Tabi’in) dan yang sesudahnya (kaum Tabi’ut Tabi’in). Kemudian sesudah mereka muncul suatu kaum yang memberi kesaksian tetapi tidak bisa dipercaya kesaksiannya. Mereka berkhianat dan tidak dapat diamanati. Mereka bernazar (berjanji) tetapi tidak menepatinya dan mereka tampak gemuk-gemuk.” (HR. Tirmidzi)

Dan yang terbaik juga adalah mereka yang berusaha menyerupai, meneladani kaum Salafus Shalih itu.

“Pada suatu hari Rosululloh - shollollohu 'alaihi wasallam - bersabda kepada para sahabatnya:

"Kamu kini jelas atas petunjuk dari Robbmu, menyuruh kepada yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar dan berjihad di jalan Allah. Kemudian muncul di kalangan kamu dua hal yang memabukkan, yaitu kemewahan hidup (lupa diri) dan kebodohan. Kamu beralih kesitu dan berjangkit di kalangan kamu cinta dunia. Kalau terjadi yang demikian kamu tidak akan lagi beramar ma'ruf, nahi mungkar dan berjihad di jalan Allah.

Di kala itu yang menegakkan Al Qur'an dan sunnah, baik dengan sembunyi maupun terang-terangan tergolong orang-orang terdahulu dan yang pertama-tama masuk Islam.”

(HR. Al Hakim dan Tirmidzi)

Dalam Tata Bahasa Arab, pengikut kaum Salafush Sholih itu tentu saja disebut “Salafi” atau “Salafiyyuun” (jamak).

Dan ini dituding, dibelokkan menjadi istilah “Wahabi” yang sudah salah sejak awalnya itu, bahkan secara tata bahasa. Dengan segala pendiskreditan, kebohongan, fitnah akan mereka. Yang ujung-ujungnya dikeluarkan Syi’ah.

Misalnya belum lama lalu berkembang isu di Indonesia bahwa ulama dan umaro Saudi akan meratakan kuburan Rosululloh shollollohu ‘alaihi wasallam! Setelah MUI Pusat menanyakan ini kepada mereka, semua pihak heran, karena tidak pernah ada maksud demikian, dan setelah ditelusuri, fitnah ternyata ini datangnya dari Iran alias Syi’ah termasuk kantor berita di sana.

Labelisasi memang banyak dipakai oleh pihak-pihak yang memperjuangkan propaganda, sejak jaman dulu. Misalnya kaum penjajah Belanda, yang menyebut pejuang kemerdekaan nusantara sebagai kaum ‘Ekstrimis”.

Juga ditempuh oleh Hitler, Amerika Serikat, Islam Liberal, dsb terhadap musuh-musuhnya.

Tujuannya adalah untuk menggalang dan bahkan mengarahkan (memamnipulasi) opini masyarakat awam untuk kepentingan tujuannya.

Bahkan kaum ini menjadi diisukan sebagai Teroris?

Padahal, cobalah simak ini, penegasan dari Ormas Muhammadiyah dan DDII bahwa mereka yang disebut ‘wahabi’ itu BUKANLAH teroris:

Klik saja ke http://nahimunkar.com/767/ketua-muha...bukan-teroris/

Juga betapa dari SEJARAH berdirinya Ormas Muhammadiyah yang didirikan oleh pahlawan nasional RI KH Ahmad Dahlan dan para sahabatnya adalah murid-murid Syaikh Surkati yang berda’wah di Indonesia, murid dari Syaikh Abdul Wahab bin At Tamimi (yang ditudingi “Wahabi” secara liar tak bertanggungjawab dan tak berdalil itu). Ada resmi di website Muhammadiyah:

http://www.muhammadiyah.or.id/conten...h-singkat.html

Dan demikian juga Ormas Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia yang didirikan oleh pahlawan nasional, Perdana Menteri RI, Syaikh DR. Muhammad Natsir:

http://saripedia.wordpress.com/tag/p...ndonesia-ddii/

Dan tentu saja, Ormas Al Irsyad Al Islamiyyah, yang didirikan para pejuang keturunan Arab di Indonesia:

http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Irsyad

Dan lain-lain organisasi, masih banyak!

JADI JIKA MEREKA para oknum tak bertanggungjawab itu HENDAK MENUDINGI ‘wahabi’, maka SEHARUSNYA mereka dengan jantan JUGA BERANI menudingi Muhammadiyah, DDII, Al Irsyad dsb itu sebagai ‘wahabi’.


Lalu mengapa mereka – khususnya kaum Syi’ah - begitu memusuhi ini semua? Dan menjebak masyarakat dengan hasutan kebencian?

Apakah karena tak sesuai dengan kebiasaan para sahabat muslim dari sebuah organisasi Islam nusantara asal Jawa? Yang Jawa sebenarnya adalah bekas daerah dengan kultur sisa ritual Hindu, Buddha, Animisme-Dinamisme, adat-istiadat, dsb?
Menurut para ahli, Simbolisme dalam Budaya Jawa (Budiono Herusatoto 1983:9), terjadi karena:
• Jaman Kebudayaan Asli Jawa
• Hindu-Jawa
• Hindu-Jawa & Islam-Jawa

Dan ini - patut diakui kiranya - mempengaruhi sedikit-banyak warna 'Islam (di) Jawa' dan karena akhirnya banyak orang Jawa ditransmigrasikan juga sedikit-banyak menyebar ke beberapa daerah? Atau karena Ahlus Sunnah wal Jama’ah pengamal Sunnah yang benar, tak akan cukup senang menelurusi wilayah mistik, ghoib dll?

Apakah karena ini? Hanya ini?

Banyak juga yang menuding “Wahabi” tanpa tahu apa itu sebenarnya artinya, atau apakah ini sebenarnya pernah ada atau tidak pernah ada.

Cobalah simak ini sebentar, dari seorang HABIB yang biasanya diisukan bahwa kaum Habib dibenci kaum yang ditudingi sebagai 'wahabi' tanpa dalil itu, beliau Habib Zein justru menyatakan bahwa Syi’ah melabeli ‘wahabi’ kepada semua orang yang di luar Syi’ah/anti Syi’ah. --->

http://nahimunkar.com/17111/anti-syi...u-syiah-bukan/

Lalu simaklah Video di acara Khazanah di TRANS TV tentang Wahabi, berdasarkan aneka dokumen dunia:

[youtube]yjh4u5L0x38

Juga gencarlah isu bahwa kaum Wahabi (atau Salafi atau Ahlus Sunnah wal Jama’ah) DIISUKAN tidak senang atau bahkan tidak mengakui atau tidak mencintai kaum Ahlul Bait (keturunan Rosululloh shollollohu ‘alaihi wasallam) yang di Indonesia atau sebagian Asia Tenggara dikenal dengan istilah kaum 'Alawiyyin, Habaib (Habib), Sayyid, Syarif, dll.

Hal ini amat mengherankan - bahkan sungguh lucu - karena mencintai dzurriyah (KETURUNAN) Rosuululloh shollollohu ‘alaihi wasallam – asalkan nasabnya jelas - adalah bagian pokok dari ‘AQIDAH dasar Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Dan – sekali lagi BAHKAN di Saudi yang ditudingi serampangan sebagai Wahabi - ini sendiri adalah hal utama. Bahkan ditegaskan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab bin At Tamimi itu sendiri. Silahkan membacanya di: http://nahimunkar.com/5397/apa-itu-wahabi/

Dan TINGGAL apakah oknum dari kaum Ahlul Bait di generasi kini sebenarnya menegakkan sunnah atau apakah justru menjauhkan umat dari sunnah.

Silahkan simak pula, karenanya:

Nasehat HABIB-HABIB (yang dicap sebagai) ‘WAHABI’ kepada HABIB-HABIB SUFI+ SYI'AH (yang banyak di Indonesia)

http://firanda.com/index.php/artikel...bib-sufi-syiah


Maka MENCINTAI DAN MENDUKUNG AHLUL BAIT adalah bagian dari syarah ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan dalil-dalil yang kuat. Wajib. Dan amat pantas – tentu saja - bersikap, berkelakuan demikian. Asalkan mereka adalah Ahlul Bait yang benar - dalam artian dari nasab (garis keturunan) yang benar - dan asalkan berkelakuan yang benar sesuai Al Quran dan As Sunnah (Al Hadits).

Lalu jika demikian, apakah ada yang tidak demikian?

Apakah ada kaum yang mengaku Ahlul Bait lantas justru terlibat kemaksiatan? Kriminalitas?

[/youtube]
 Multi Quote  Quote
KASKUS Ads - Create Your Ads / Buat Iklan



#2
profile-picture moleculaltidore
Aktivis Kaskus – Join: 01-04-2014, Post: 734
15-07-2014 17:56

Lanjutan

Mengapa tidak ada? Bukankah yang ma’shum (suci bersih dari kesalahan/dosa) hanya Rosululloh shollollohu ‘alaihi wasallam? Dan beliau - shollollohu ‘alaihi wasallam – pun MASIH amat luar-biasa beribadah dan berbuat baik, beramal, kepada siapapun, makhluk manapun?

Apakah tidak ada di dunia ini, juga di Indonesia, kalangan yang mengaku sebagai Ahlul Bait, 'Alawiyyin, Habib, Sayyid, Syarif, dst.; namun melakukan kejahatan, kriminal, kemaksiatan, dsb?

Ada.

Saudaraku, demi Allah, lalu, Ahlus Sunnah wal Jama'ah (Sunni), dan mereka yang ditudingi serampangan dengan berbagai fitnah akan Wahabi, Salafi, dsb yang akhir2 ini diisukan macam2, tentu saja DIWAJIBKAN mencintai Ahlul Bait, bukan seperti yang dikira orang tidak demikian ... Dan SANGAT mencintai Ahlul Bait ...

Apakah Rosululloh - sholollohu 'alaihi wasallam – dan keluarga Al Abbas dan para Kholifah-Imam (Kholifah-Imam Abu Bakar ash-Shiddiq, Kholifah-Imam Umar bin Khotthob, Kholifah-Imam Utsman bin Affan, dan Kholifah-Imam Ali bin Abi Tholib rodhiyollohu 'anhum), BUKAN Ahlul Bait atau dalam lingkaran dalam mereka?

Mereka, para Imam, semua keluarga Rosululloh sholollohu 'alaihi wasallam, Imam Utsman bin Affan bahkan DUA kali menikahi DUA putri Rosululloh sholollohu 'alaihi wasallam.

Apakah Rosululloh sholollohu 'alaihi wasallam tak dapat mengukur keimanan mereka, yang bahkan beliau seringkali tahu apa kejadian yang akan datang dan masih banyak pula mu’jizat kenabian beliau yang lain (lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Mukjizat_Muhammad)?

Lalu apakah alasan Syi'ah melaknati mereka kecuali Imam Ali rodhiyollohu 'anhu, selain berdasarkan kisah simpang-siur tak berliteratur yang - katanya - dari Imam mereka yang diklaim adalah Ahlul Bait? Sedangkan mereka yang oleh kaum Syi’ah sebut sebagai Imam mereka, juga tak meridhoi kelakuan ini?

Namun SUNNI juga diwajibkan untuk TIDAK mencintai Ahlul Bait, yang TIDAK sesuai akidahnya dengan Al Quran dan Al Hadits, misalnya:

Ahlul Bait yang mengajarkan:
Bid'ah (mengajarkan ritual ibadah yang tak ada perintahnya dalam agama)
Sihir
Berhubungan dengan alam ghoib
Meminta berkah melalui kuburan dan/atau penghuninya
Mengajarkan Mut'ah
Simpatisan Syi'ah atau memang sudah Syi'ah (yang akidahnya dekat dengan Sufi dan Mistikisme)
Dan sebagainya

ALIAS AGAR kaum SUNNI TIDAK BUTA/TAQLID, hanya menilai seseorang berdasarkan standar Al Quran dan Hadits, bukan kata orang atau bahkan kata gurunya yang diklaim sebagai Ahlul Bait itu.

Dan WALAUPUN diklaim sebagai Ahlul Bait, dengan aneka sebutan macam Habib-Habaib, ’Alawiyyin, Ba ’Alawi, Sayyid-Sayyidah, Syarif-Syarifah, namun demi Allah, ada juga yang melakukan penipuan, kriminalitas dan lain-lain; bahkan di Indonesia.

Apakah ini ajaran Rosululloh sholollohu 'alaihi wasallam, yang diklaim sebagai leluhur mereka?

Simaklah:

QS Al Baqarah ayat 124:

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia".

Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".

Wahai segenap manusia, sesungguhnya Robbmu satu dan bapakmu satu. Tidak ada kelebihan bagi seorang Arab atas orang Ajam (bukan Arab) dan bagi seorang yang bukan Arab atas orang Arab dan yang (berkulit) merah atas yang hitam dan yang hitam atas yang merah, kecuali dengan ketakwaannya. Apakah aku sudah menyampaikan hal ini? (HR. Ahmad)

Barangsiapa lambat dengan amalan-amalannya maka tidak dapat dipercepat dengan mengandalkan (nasab) keturunannya. (HR. Muslim)

Hadits riwayat Aisyah ra.: Bahwa orang-orang Quraisy sedang digelisahkan oleh perkara seorang wanita Makhzum yang mencuri. Mereka berkata: Siapakah yang berani membicarakan masalah ini kepada Rasulullah - sholollohu 'alaihi wasallam -?

Mereka menjawab: Siapa lagi yang berani selain Usamah, pemuda kesayangan Rasulullah - sholallahu ‘alaihi wa sallam - Maka berbicaralah Usamah kepada Rasulullah - sholallahu ‘alaihi wa sallam - Kemudian Rasulullah - sholallahu ‘alaihi wa sallam - bersabda:

"Apakah kamu meminta syafa'at dalam hudud Allah?"

Kemudian beliau - sholollohu 'alaihi wasallam - berdiri dan berpidato:

"Wahai manusia! Sesungguhnya yang membinasakan umat-umat sebelum kamu ialah, manakala seorang yang terhormat di antara mereka mencuri, maka mereka membiarkannya. Namun bila seorang yang lemah di antara mereka mencuri, maka mereka akan melaksanakan hukum hudud atas dirinya. Demi Allah, sekiranya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya akan aku potong tangannya."

(Shahih Muslim No.3196)

Dan banyak kaidah lain.


Wallahua'lam ... Wastaghfirullah ...

Tidak ada komentar:

Larangan Duduk Memeluk Lutut Saat Khutbah Jumat

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc   Tidak sedikit jamaah shalat Jumat yang duduknya dalam keadaan memeluk lutut. Bahkan saking enaknya duduk ...