Ingatlah, Yahudi dan
Nashrani tidak akan pernah ridha, sampai kita umat Islam mengikuti ajaran
mereka.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَنْ
تَرْضَى
عَنْكَ
الْيَهُودُ
وَلَا
النَّصَارَى
حَتَّى
تَتَّبِعَ
مِلَّتَهُمْ
قُلْ
إِنَّ
هُدَى
اللَّهِ
هُوَ
الْهُدَى
وَلَئِنِ
اتَّبَعْتَ
أَهْوَاءَهُمْ
بَعْدَ
الَّذِي
جَاءَكَ
مِنَ
الْعِلْمِ
مَا
لَكَ
مِنَ
اللَّهِ
مِنْ
وَلِيٍّ
وَلَا
نَصِيرٍ
“Orang-orang Yahudi dan
Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.
Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan
sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang
kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS.
Al-Baqarah: 120)
Allah mengabarkan
kepada Rasul-Nya, orang Yahudi dan Nashrani tidak akan ridha sampai kita
mengikuti ajaran mereka. Karena mereka akan terus mengajak untuk mengikuti
ajaran mereka dan mereka anggap itulah sebagai al-huda (petunjuk). Jadi,
petunjuk Allah adalah ajaran yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam, itulah petunjuk yang sebenarnya.
Saat ini muslim tidak
lagi punya kekhasan sendiri. Yang ada dari gaya dan penampilan bahkan akhlak
dan tingkah lakunya hanya ingin mengikuti gaya barat atau gaya orang kafir.
Coba kita lihat dari model rambut, cara berpakaian dan penampilan muda-mudi saat
ini, sudah sama dengan gaya Ronaldo, Roberto dan Jenifer. Begitu pula termasuk
perayaan seperti Ultah dan New Year yang pemuda muslim rayakan semuanya diimpor
dari ajaran non-muslim, bukan ajaran Islam sama sekali. Benarlah disebutkan
dalam hadits, umat Islam selangkah demi selangkah akan mengikuti jejak non
muslim.
Sunnatullah, Orang
Muslim akan Mengikuti Jejak Orang Kafir
Dari Abu Hurairah, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ
تَقُومُ
السَّاعَةُ
حَتَّى
تَأْخُذَ
أُمَّتِى
بِأَخْذِ
الْقُرُونِ
قَبْلَهَا
،
شِبْرًا
بِشِبْرٍ
وَذِرَاعًا
بِذِرَاعٍ . فَقِيلَ
يَا
رَسُولَ
اللَّهِ
كَفَارِسَ
وَالرُّومِ
. فَقَالَ وَمَنِ
النَّاسُ
إِلاَّ
أُولَئِكَ
“Kiamat tidak akan
terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi
sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah
-shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia
dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“ (HR. Bukhari
no. 7319)
Video
Kerajaan Saudi Arabia sekarang, Raja sudah tidak lagi mentaati ulama ulama
mereka
Dari Abu Sa’id Al
Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ
سَنَنَ
الَّذِينَ
مِنْ
قَبْلِكُمْ
شِبْرًا
بِشِبْرٍ
وَذِرَاعًا
بِذِرَاعٍ
حَتَّى
لَوْ
دَخَلُوا
فِى
جُحْرِ
ضَبٍّ
لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ
, قُلْنَا
يَا
رَسُولَ
اللَّهِ
آلْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى
قَالَ
: فَمَنْ
“Sungguh kalian akan
mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta
demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob
(yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para
sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan
Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669).
Ibnu Taimiyah
menjelaskan, tidak diragukan lagi bahwa umat Islam ada yang kelak akan
mengikuti jejak Yahudi dan Nashrani dalam sebagian perkara. Lihat Majmu’ Al
Fatawa, 27: 286.
Syaikhul Islam
menerangkan pula bahwa dalam shalat ketika membaca Al Fatihah kita selalu
meminta pada Allah agar diselamatkan dari jalan orang yang dimurkai dan sesat
yaitu jalannya Yahudi dan Nashrani. Dan sebagian umat Islam ada yang sudah
terjerumus mengikuti jejak kedua golongan tersebut. Lihat Majmu’ Al Fatawa, 1:
65.
Imam Nawawi
–rahimahullah– ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud
dengan syibr (sejengkal) dan dziroo’ (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan
tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin
sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum muslimin
mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam
hal-hal kekafiran mereka yang diikuti. Perkataan beliau ini adalah suatu
mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat
ini.” (Syarh Muslim, 16: 219)
Larangan Tasyabbuh
Walau itu sudah jadi
sunnatullah, namun bukan berarti mengikuti jejak ahli kitab dan orang kafir
jadi boleh. Bahkan secara umum kita dilarang menyerupai mereka dalam hal yang
menjadi kekhususan mereka. Penyerupaan ini dikenal dengan istilah tasyabbuh.
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
تَشَبَّهَ
بِقَوْمٍ
فَهُوَ
مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang
menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2: 50
dan Abu Daud no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269 mengatakan bahwa
sanad hadits ini jayyid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)
Dari ‘Amr bin Syu’aib,
dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ
مِنَّا
مَنْ
تَشَبَّهَ
بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk
golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami” (HR. Tirmidzi no. 2695.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Kenapa sampai kita
dilarang meniru-niru orang kafir secara lahiriyah? Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata,
أَنَّ
الْمُشَابَهَةَ
فِي
الْأُمُورِ
الظَّاهِرَةِ
تُورِثُ
تَنَاسُبًا
وَتَشَابُهًا
فِي
الْأَخْلَاقِ
وَالْأَعْمَالِ
وَلِهَذَا
نُهِينَا
عَنْ
مُشَابَهَةِ
الْكُفَّارِ
“Keserupaan dalam
perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlak dan amalan.
Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir” (Majmu’ Al Fatawa,
22: 154).
Di tempat lain dalam
Majmu’ Al Fatawa, beliau berkata,
فَإِذَا
كَانَ
هَذَا
فِي
التَّشَبُّهِ
بِهِمْ
وَإِنْ
كَانَ
مِنْ
الْعَادَاتِ
فَكَيْفَ
التَّشَبُّهُ
بِهِمْ
فِيمَا
هُوَ
أَبْلَغُ
مِنْ
ذَلِكَ
؟!
“Jika dalam perkara
adat (kebiasaan) saja kita dilarang tasyabbuh dengan mereka, bagaimana lagi
dalam perkara yang lebih dari itu?!” (Majmu’ Al Fatawa, 25: 332)
Macam-Macam Tasyabbuh
Tasyabbuh dengan orang
kafir ada dua macam: (1) tasyabbuh yang diharamkan, (2) tasyabbuh yang mubah
(boleh).
1- Tasyabbuh yang haram
adalah segala perbuatan yang menjadi kekhususan ajaran orang kafir dan diambil
dari ajaran orang kafir, tidak diajarkan dalam ajaran Islam.
Terkadang tasyabbuh
seperti ini dihukumi dosa besar, bahkan ada yang bisa sampai tingkatan kafir
tergantung dari dalil yang membicarakan hal ini. Tasyabbuh yang dilakukan bisa
jadi karena memang ingin mencocoki ajaran orang kafir, bisa jadi karena
dorongan hawa nafsu, atau karena syubhat bahwa hal tersebut mendatangkan
manfaat di dunia atau di akhirat.
Bagaimana jika
melakukannya atas dasar tidak tahu seperti ada yang merayakan ulang tahun
(Ultah) padahal ritual seperti ini tidak pernah diajarkan dalam Islam?
Jawabnya, kalau dasar tidak tahu, maka ia tidak terkena dosa. Namun orang
seperti ini harus diberitahu. Jika tidak mau nurut, maka ia berarti berdosa.
2- Tasyabbuh yang
dibolehkan adalah segala perbuatan yang asalnya sebenarnya bukan dari orang
kafir. Akan tetapi orang kafir melakukan seperti ini. Maka tidak mengapa
menyerupai dalam hal ini, namun bisa jadi luput karena tidak menyelisihi
mereka. Contohnya adalah seperti membiarkan uban dalam keadaan putih. Padahal
disunnahkan jika warnanya diubah selain warna hitam. Namun jika dibiarkan pun
tidak terlarang keras.
Namun perlu
diperhatikan bahwa ada syarat bolehnya tasyabbuh dengan orang kafir:
1- Yang ditiru bukan
syi’ar agama orang kafir dan bukan menjadi kekhususan mereka.
2- Yang diserupai
bukanlah perkara yang menjadi syari’at mereka. Seperti dalam syari’at dahulu
dalam rangka penghormatan, maka disyari’atkan sujud. Namun dalam Islam telah
dilarang.
3- Syari’at menjelaskan
bolehnya bersesuaian dalam perbuatan tersebut, namun khusus untuk amalan
tersebut saja. Seperti misalnya dahulu Yahudi melaksanakan puasa Asyura, umat
Islam pun melaksanakan puasa yang sama. Namun juga diselisihi dengan
menambahkan puasa pada hari kesembilan dari bulan Muharram.
4- Menyerupai orang
kafir di sini tidak sampai membuat kita menyelisihi ajaran Islam. Misalnya,
orang kafir sekarang berjenggot. Itu bukan berarti umat Islam harus mencukur
jenggot supaya berbeda dengan orang kafir karena memelihara jenggot sudah
menjadi perintah bagi pria muslim.
5- Menyerupai orang
kafir di sini bukan dalam perayaan mereka. Misalnya, orang kafir merayakan
kelahiran Isa (dalam natal), maka bukan berarti kita pun harus merayakan
kelahiran Nabi Muhammad (dalam Maulid Nabi). Jadi tidak boleh tasyabbuh dalam
hal perayaan orang kafir.
6- Tasyabbuh hanya
boleh dalam keadaan hajat yang dibutuhkan, tidak boleh lebih dari itu.
Lihat bahasan dalam
Kitab Sunan wal Atsar fin Nahyi ‘an At Tasyabbuh bil Kuffar, oleh Suhail Hasan,
hal. 58-59. Dinukil dari Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 2025.
Wallahul muwaffiq.
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar