Saudaraku, siapa di
antara kita yang tidak mengenal musik? Dan di antara orang yang mengenal musik,
siapa dari mereka yang menyukainya? Mungkin ada di antara kita yang mengangkat
tangan dan ada yang tidak. Sebagian kita ada yang menyukai musik dan ada yang
tidak. Karena hal ini disebabkan oleh adanya pro dan kontra akan hukum musik
itu sendiri dan juga karena ketidaktahuan kita akan manfaat dan bahaya musik
itu sendiri.
Pada kesempatan kali
ini, mari kita simak bersama, apa sih sebenarnya hukum musik itu sendiri?
Terkhusus lagi, jika musik itu dinisbatkan kepada Islam. Sebelum kita membahas
bersama, ada kesepakatan yang harus kita patuhi. Karena kita adalah orang
Islam, tentunya kita mengimani bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala adalah
Tuhan kita dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Nabi dan panutan
kita. Maka konsekuensi dari itu, kita harus meyakini kebenaran yang datang dari
firman Allah dan sabda Rasul-Nya. Bukankah begitu, wahai saudaraku? Oke, mari
kita simak dan renungkan bersama pembahasan kali ini.
Bagaimana Allah
menerangkan hal ini dalam Al-Qur’an?
Ternyata, banyak sekali
ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menerangkan akan hal ini. Satu di antaranya
adalah:
Firman Allah ‘Azza wa
jalla,
وَمِنَ
النَّاسِ
مَنْ
يَشْتَرِي
لَهْوَ
الْحَدِيثِ
لِيُضِلَّ
عَنْ
سَبِيلِ
اللَّهِ
بِغَيْرِ
عِلْمٍ
وَيَتَّخِذَهَا
هُزُوًا
أُولَئِكَ
لَهُمْ
عَذَابٌ
مُهِينٌ
“Dan di antara manusia
ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan
manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu
olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Lukman: 6)
Imam Ibnu Katsir
rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan bahwasanya setelah Allah menceritakan
tentang keadaan orang-orang yang berbahagia dalam ayat 1-5, yaitu orang-orang
yang mendapat petunjuk dari firman Allah (Al-Qur’an) dan mereka merasa
menikmati dan mendapatkan manfaat dari bacaan Al-Qur’an, lalu Allah Jalla
Jalaaluh menceritakan dalam ayat 6 ini tentang orang-orang yang sengsara, yang
mereka ini berpaling dari mendengarkan Al-Qur’an dan berbalik arah menuju
nyanyian dan musik. 1
Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu salah satu sahabat senior Nabi berkata ketika ditanya
tentang maksud ayat ini, maka beliau menjawab bahwa itu adalah musik, seraya
beliau bersumpah dan mengulangi perkataannya sebanyak tiga kali.2
Begitu juga dengan
sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang didoakan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam agar Allah memberikan kelebihan kepada beliau
dalam menafsirkan Al-Qur’an sehingga beliau dijuluki sebagai Turjumanul Qur’an,
bahwasanya beliau juga mengatakan bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan
nyanyian.3
Al-Wahidy berkata
bahwasanya ayat ini menjadi dalil bahwa nyanyian itu hukumnya haram. 4
Dan masih banyak lagi,
ayat-ayat lainnya yang menjelaskan akan hal ini.
Bagaimana Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mengkabarkan kepada umatnya tentang musik?
Saudaraku, termasuk
mukjizat yang Allah Ta’ala berikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah pengetahuan beliau tentang hal yang terjadi di masa mendatang.
Dahulu, beliau pernah bersabda,
ليكونن
من
أمتي
أقوام
يستحلون
الحر
والحرير
والخمر
والمعازف
”Sungguh akan ada
sebagian dari umatku yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras, dan
alat-alat musik.”5
Saudaraku, bukankah apa
yang telah dikabarkan oleh beliau itu telah terjadi pada zaman kita saat ini?
Dan juga dalam hadis
lain, secara terang-terangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menjelaskan tentang musik. Beliau pernah bersabda,
إني
لم
أنه
عن
البكاء
ولكني
نهيت
عن
صوتين
أحمقين
فاجرين
: صوت
عند
نغمة
لهو
ولعب
ومزامير
الشيطان
وصوت
عند
مصيبة
لطم
وجوه
وشق
جيوب
ورنة
شيطان
“Aku tidak melarang
kalian menangis. Namun, yang aku larang adalah dua suara yang bodoh dan
maksiat; suara di saat nyanyian hiburan/kesenangan, permainan dan lagu-lagu
setan, serta suara ketika terjadi musibah, menampar wajah, merobek baju, dan
jeritan setan.”6
Kedua hadis di atas
telah menjadi bukti untuk kita bahwasanya Allah dan Rasul-Nya telah melarang
nyanyian beserta alat musik.
Sebenarnya, masih
banyak bukti-bukti lain baik dari Al-Qur’an, hadis, maupun perkataan ulama yang
menunjukkan akan larangan dan celaan Islam terhadap nyanyian dan alat musik.
Dan hal ini bisa dirujuk kembali ke kitabnya Ibnul Qayyim yang berjudul
Ighatsatul Lahafan atau kitab-kitab ulama lainnya yang membahas tentang hal
ini.
Lalu, bagaimana dengan
musik Islami?
Setelah kita mengetahui
ketiga dalil di atas, mungkin ada yang bertanya di antara kita, lalu bagaimana
dengan lagu-lagu yang isinya bertujuan untuk mendakwahkan manusia kepada
kebaikan atau nasyid-nasyid Islami yang mengandung ajakan manusia untuk
mengingat Allah? Bukankah hal itu mengandung kebaikan?
Program Qurban 1439 /
2018
Maka kita jawab, ia
benar. Hal itu mengandung kebaikan, tapi menurut siapa? Jika Allah dan
Rasul-Nya menganggap hal itu adalah baik dan menjadi salah satu cara terbaik
dalam berdakwah, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beserta para
sahabat adalah orang-orang yang paling pertama kali melakukan hal tersebut.
Akan tetapi tidak ada satu pun cerita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dan para sahabatnya melakukannya, bahkan mereka melarang dan mencela hal itu.
Wahai saudaraku, perlu
diketahui, bahwasanya nasyid Islami yang banyak kita dengar sekarang ini itu,
bukanlah nasyid yang dilakukan oleh para sahabat Nabi yang mereka lakukan
ketika mereka melakukan perjalanan jauh ataupun ketika mereka bekerja, akan
tetapi nasyid-nasyid saat ini itu merupakan budaya kaum sufi yang mereka
lakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Mereka menjadikan
hal ini sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah, yang padahal hal ini tidak
pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para
sahabatnya, maka dari mana mereka mendapatkan hal ini?
Maka telah jelas bagi
kita, bahwa kaum sufi tersebut telah membuat syariat baru, yaitu membuat suatu
bentuk pendekatan diri kepada Allah Ta’ala dengan cara melantunkan nasyid yang
hal tersebut tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. 7
Waktu-waktu yang
diperbolehkan untuk bernyanyi dan bermain alat musik
Saudaraku, ternyata
Islam tidak melarang kita secara mutlak untuk bernyanyi dan bermain alat musik.
Ada waktu-waktu tertentu yang kita diperbolehkan untuk melakukan hal itu. Kapan
itu?
1. Ketika Hari raya
Hal ini berdasarkan
hadis yang diriwayatkan oleh istri beliau, Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu
‘anha, beliau berkata, “Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu masuk (ke tempatku) dan di
dekatku ada dua anak perempuan kecil dari wanita Anshar, sedang bernyanyi
tentang apa yang dikatakan oleh kaum Anshar pada masa perang Bu’ats.” Lalu aku
berkata, “Keduanya bukanlah penyanyi.” Lalu Abu Bakar berkata, “Apakah seruling
setan ada di dalam rumah Rasulullah?” Hal itu terjadi ketika Hari Raya.
Kemudian Rasulullah bersabda, “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum memiliki
hari raya dan ini adalah hari raya kita.” 8
2. Ketika pernikahan
Hal ini berdasarkan
hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang menceritakan tentang anak
kecil yang menabuh rebana dan bernyanyi dalam acara pernikahannya Rubayyi’
bintu Mu’awwidz yang pada waktu itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
tidak mengingkari adanya hal tersebut.
Dan juga berdasarkan
dari sebuah hadis, bahwasanya beliau pernah bersabda, “Pembeda antara yang
halal dan yang haram adalah menabuh rebana dan suara dalam pernikahan.”9
Jadi, telah jelas
bukan, bahwa keadaan yang diperbolehkan untuk bernyanyi dan bermain alat musik
hanyalah ketika hari raya dan pernikahan. Dan alat musik yang diperbolehkan
hanyalah duff (rebana) yang hanya dimainkan oleh wanita.
Beberapa karakter khas
yang ada dalam nyanyian dan musik
Dapat melalaikan hati
Menghalangi hati untuk
memahami Al-Qur’an dan merenungkannnya serta mengamalkan kandungannya
Al-Qur’an dan nyanyian
tidak akan bertemu secara bersamaan dalam hati selamanya. Karena Al Qur’an
melarang mengikuti hawa nafsu dan memerintahkan untuk menjaga kesucian hati.
Sedangkan nyanyian memerintahkan sebaliknya, bahkan menghiasinya dan merangsang
jiwa manusia untuk mengikuti hawa nafsu.
Nyanyian dan minuman
keras ibarat saudara kembar dalam merangsang jiwa untuk melakukan keburukan.
Saling mendukung dan menopang satu sama lain.
Nyanyian itu pencabut
kewibawaan seseorang
Nyanyian dapat menyerap
masuk ke dalam pusat khayalan, lalu membangkitkan nafsu dan syahwat yang
terpendam di dalamnya.
Dan masih banyak lagi
yang lainnya.10
Karakter-karakter khas
yang terdapat pada musik tersebut mencakup semua jenis musik, baik itu musik
rock, pop, dangdut, maupun musik Islami. Karena hal ini memang telah terbukti
di kalangan para pecinta musik. Dan memang, nyanyian dan musik ini sangat besar
pengaruhnya bagi para pelaku dan pendengarnya dari segala sisi, baik dari
akidahnya, akhlaknya, maupun dari akal pikirannya yang telah menunjukkan adanya
kemerosotan yang sangat signifikan jika dibanding dengan generasi kakek nenek
kita, yang mana dulu masih jarang ditemukan adanya nyanyian ataupun musik.
Renungan
Wahai Saudara, kami
rasa ketiga dalil dari Al-Qur’an dan hadis di atas dan penjelasan setelahnya,
sudah cukup membuktikan kepada kita bahwa Islam melarang adanya nyanyian dan
alat-alat musik. Dan juga, sudah cukup melegakan hati saudaraku yang memang
sebelumnya kontra dengan musik. Dan menjadikan terang dan jelas bagi saudaraku
yang sebelumnya pro dengan musik. Dan telah terjawab sudah, pertanyaan pada
judul pembahasan kita saat ini. Bukankah demikian?
Namun memang sudah
seharusnya bagi kita seorang muslim, untuk menerima dengan tunduk apa yang
telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, tanpa ada rasa berat dan penolakan
sedikit pun dari dalam hati kita. Karena jika hal itu terjadi, maka itu adalah
salah satu tanda adanya kesombongan yang ada dalam hati kita. Karena Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَا
يَدْخُلُ
الْجَنَّةَ
مَنْ
كَانَ
فِي
قَلْبِهِ
مِثْقَالُ
ذَرَّةٍ
مِنْ
كِبْرٍ»
قَالَ
رَجُلٌ:
إِنَّ
الرَّجُلَ
يُحِبُّ
أَنْ
يَكُونَ
ثَوْبُهُ
حَسَنًا
وَنَعْلُهُ
حَسَنَةً،
قَالَ:
«إِنَّ
اللهَ
جَمِيلٌ
يُحِبُّ
الْجَمَالَ،
الْكِبْرُ
بَطَرُ
الْحَقِّ،
وَغَمْطُ
النَّاسِ
“Tidak akan masuk ke
dalam surga seseorang yang di dalam hatinya ada setitik kesombongan.” Lalu ada
seorang laki-laki bertanya pada beliau, “Sesungguhnya manusia itu menyukai baju
yang indah dan sandal yang bagus.” Lalu beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu
indah dan menyukai keindahan. Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan
meremehkan manusia.” 11
Semoga Allah Subhanahu
wa Ta’ala senantiasa memberikan kita taufik dan kekuatan untuk bisa melakukan
segala apa yang Dia perintahkan dan menjauhi segala apa yang Dia larang.
Sesungguhnya Allah Ta’ala-lah yang Maha Pemberi taufik dan tidak ada daya dan
kekuatan kecuali hanyalah milik Allah semata. Wallahu waliyyut taufiq.
Catatan kaki :
Lihat Tafsir Ibnu
Katsir, hal. 556/3
Idem
Idem
Lihat Ighatsatul Lahafan
karya Ibnul Qayyim, hal. 239
HR. Bukhari, no. 5590
HR. Hakim 4/40, Baihaqi
4/69
Lihat penjelasan lebih
lengkapnya di at Tahrim atau Ighatsatul Lahafan
HR. Bukhari, no. 949,
dan lain-lain
HR. At Tirmidzi, no.
1080, dihasankan oleh Syekh Al-Albani
Lihat At-Tahrim, hal.
151
HR. Muslim, no. 275
Referensi :
Imam Ibnu Katsir,
Tafsir Al Qur’anil ‘Adzim. 2008. Mesir, Daarul Aqidah.
Ibnu Qayyim al
Jauziyyah, Ighatsatul Lahfaan. Maktabah syamilah
Nashiruddin Al Albani,
Tahriim Aalaatit Tharbi. Maktabah syamilah
Baca selengkapnya. Klik
https://muslim.or.id/20706-benarkah-musik-islami-itu-haram.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar