Tampilkan postingan dengan label habib. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label habib. Tampilkan semua postingan

Apakah Baalawi benar keturunan Rasulullah SAW?


JAKARTA, KOMPAS.com - Jurnalis Najwa Shihab merasa kaget dengan hasil tes DNA-nya. Selama ini Najwa dikenal sebagai warga Indonesia keturunan Arab. Hasil tes DNA Najwa mengejutkan. Gen Arab yang dimiliki Najwa hanya 3,4 persen. Perempuan kelahiran Makassar, 16 September 1977, ini justru punya 10 fragmen DNA dari 10 leluhur yang berbeda. Hal itu terungkap berdasarkan hasil penelitian Penelusuran Leluhur Orang Indonesia Asli yang dilakukan oleh majalah sejarah daring Historia. "Yang mengejutkan (dari hasil tes DNA) bahwa bagian Arab-nya hanya 3 persen kan gitu, padahal dari dulu mengidentifikasikan diri kalau dianggap keturunan ya keturunan Arab," ucap Najwa Shihab kepada Kompas.com via telepon, Kamis (17/10/2019). Baca juga: Asal-usul Ariel NOAH hingga Najwa Shihab Berdasarkan DNA, dari Manakah? "Tapi sekarang keturunan apa ya, aduh banyak, keturunannya ada 10," kata Najwa. Hasil penelitian memperlihatkan Najwa memiliki fragmen DNA dari moyang yang berasal dari Afrika Utara, Asia Timur, Asia Selatan, Timur Tengah, Eropa Selatan, Afrika, Eropa Utara, diaspora Asia, diaspora Afrika, dan diaspora Eropa. Komposisinya sebesar 48,54 persen South Asian, North African 26,81 persen, African 6,06 persen, East Asian 4,19 persen, African Dispersed 4,15 persen, Middle Eastern 3,48 persen, Southern European 2,20 persen, Northern European 1,91 persen, dan Asian Dispersed 1,43 persen. Baca juga: Ternyata, Gen Arab Najwa Shihab hanya 3,4 Persen Namun, putri cendekiawan Muslim Quraish Shihab itu tidak merasa heran memiliki fragmen DNA dari banyak bangsa.  "Karena saya tahu moyang saya berasal dari Hadramaut (Yaman) dan Habib Ali itu ayahnya kakeknya Abi (Quraish Shihab). Jadi saya garis keturunan keempat dari Hadramaut yang kebanyakan seorang pedagang, seorang pendakwah juga, jadi memang berkeliling," kata Najwa. Baca juga: Unik, Najwa Shihab Punya DNA dari 10 Nenek Moyang, dari Mana Saja? "Dan kemudian membayangkan bahwa katanya di situ menjadi ada (DNA) Asia Selatan-nya, Afrika Utara-nya karena saya membayangkan pedagang jalur sutra, jadi sepertinya bukan suatu hal yang mengejutkan," tutur perempuan yang akrab disapa Nana itu.  Najwa menambahkan ia terlibat dalam penelitian itu karena ditawari teman-temannya di Historia yang dipimpin sahabatnya, Bonnie Triyana. Baca juga: Produser Mira Lesmana Miliki Gen DNA China hingga Irak Kurdi Ia tertarik bergabung setelah menyaksikan presentasi tujuan penelitian itu, yakni untuk mengetahui asal usul leluhur orang Indonesia. "Tujuan utamanya lebih bagaimana supaya menunjukkan bahwa Indonesia itu beragam," ucap pembawa acara televisi itu. "Bagaimana perbedaan itu bisa menjadikan kita jauh lebih kaya dan membuat kita bertoleransi. Mungkin memahami perbedaan satu sama lain. Buat saya itu tesis yang menarik dan saya langsung bilang oke mau," ucap Najwa. Baca juga: Hasil Tes DNA Mira Lesmana dan Riri Riza Punya Kesamaan, dari India hingga Jepang Dia mengaku tidak memerlukan waktu lama untuk menerima tawaran menjadi relawan di penelitian tersebut. "Jadi enggak pakai mikir sih langsung oke ketika diajak terlibat saya langsung mau," katanya. Najwa Shihab merupakan satu dari 16 relawan yang hasil tes DNA mereka dipamerkan dalam acara tersebut. Baca juga: Punya DNA China hingga Irak Kurdi, Mira Lesmana Langsung Hubungi Indra Lesmana Para relawan itu terdiri dari berbagai profesi dan latar belakang yang berbeda. Beberapa nama di antaranya adalah Ariel NOAH, Najwa Shihab, Mira Lesmana, Ayu Utami, dan Riri Riza. Sebagian lain merupakan peserta umum yang terpilih sebagai relawan untuk tes DNA tersebut. Baca juga: Terkejut Hasil Tes DNA, Mira Lesmana: Jadi Tahu Indonesia Itu Beragam Penelitian ini juga ditujukan untuk menjawab asal usul bangsa Indonesia yang memiliki 700 lebih bahasa dan 500 populasi etnik dengan budaya yang beragam. Penelitian genetik ini memakai metode DNA mitokondria yang diturunkan melalui jalur maternal atau ibu, lalu kromosom Y yang hanya diturunkan dari sisi paternal atau ayah, serta DNA autosom yang diturunkan dari kedua orangtua. Baca juga: Tercerahkan karena Hasil Tes DNA, Edo Kondologit: Jadi Istilah Pribumi Itu Enggak Ada Penanda genetik itu menunjukkan bukti adanya pembauran beberapa leluhur genetik yang datang dari periode ataupun dari jalur yang beragam.


ada suatu pertanyaan menyeruak kepada kaum Baalawi yang lain, apakah hasil tes DNA mereka sama semua? apakah pengakuan mereka benar bahwa mereka keturunan Arab Quraish? mengingat kaum baalawi hanya boleh menikah sesama keturunan suku Quraish lebih tepat nya keturunan Rasulullah SAW saja, seharusnya DNA mereka lebih condong ke DNA Timur Tengah (Middle Eastern) bukan ke asia selatan (Iran, India, Banglades, Pakistan) atau Afrika, memang butuh penelitian mendalam mengenai hal ini, tidak berdasarkan klaim sepihak demi kemaslahatan umat. Wallahua'alam bissawab.


Sumber 


BANTAHAN!!! (Fenomena Guru Ijai Al-Banjari dan Habib Munzir)

Definisi sahabat –sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hajar al-'Asqolaani (seorang ulama besar madzhab Syafi'i) adalah : Orang yang bertemu dengan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam keadaan beriman kepadanya dan meninggal dalam keadaan beriman kepadanya pula.
Karenanya barang siapa yang –setelah wafatnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam- masih bisa bertemu dengan Nabi dalam keadaan terjaga (tidak tidur) maka ia adalah termasuk jajaran para sahabat. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah. Beliau berkata :
 ونُقِلَ عن جماعة من الصالحين أنهم رأوا النبي صلى الله عليه وسلم في المنام ثم رأوه بعد ذلك في اليقظة وسألوه عن أشياء كانوا منها متخوفين فأرشدهم إلى طريق تفريجها فجاء الأمر كذلك قلت وهذا مشكل جدا ولو حمل على ظاهره لكان هؤلاء صحابة ولأمكن بقاء الصحبة إلى يوم القيامة ويعكر عليه أن جمعا جما رأوه في المنام ثم لم يذكر واحد منهم أنه رآه في اليقظة وخبر الصادق لا يتخلف
"Dinukilan dari sekelompok orang-orang sholeh bahwasanya mereka telah melihat Nabi shallallahu 'alahi wa sallam dalam mimpi lalu merekapun melihatnya setelah itu dalam kondisi terjaga. Lalu mereka bertanya kepada Nabi tentang perkara-perkara yang mereka khawatirkan, maka Nabipun memberi arahan kepada solusi, lalu datanglah solusi tersebut. Aku (Ibnu Hajar) berkata : Ini merupakan perkara yang sangat menimbulkan permasalahan. Kalau nukilan ini dibawakan kepada makna dzohirnya maka para orang-orang sholeh tersebut tentunya adalah para sahabat Nabi, dan akhirnya kemungkinan menjadi sahabat Nabi akan terus terbuka hingga hari kiamat. Dan yang merusak makna dzohir ini bahwasanya ada banyak orang yang telah melihat Nabi dalam mimpi lalu tidak seorangpun dari mereka menyebutkan bahwa ia telah melihat Nabi dalam kondisi terjaga. Dan pengkhabaran orang jujur tidak akan berbeda" (Fathul Baari 12/385)
          Karenanya orang-orang yang mengaku bertemu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam kondisi terjaga (tidak tidur) maka mereka adalah para sahabat. Mereka adalah para sahabat "BARU", yang belum sempat tertulis dalam buku-buku para ulama yang menjelaskan tentang nama-nama dan biografi para sahabat. Ternyata diantara para sahabat "baru" tersebut ada yang berasal dari tanah air Indonesia, yaitu (1) Guru Ijai dari kota Banjarmasin dan (2) Habib Munzir dari Pancoran Jakarta.
          Adapun sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang pertama adalah Guru Ijai "radhiallahu 'anhu??!!" (KH Muhammad Zaini Abdul Ghani, seorang Tokoh Sufi Banjarmasin), ia telah mengaku bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dari kuburnya dan bertemu dengannya. (lihat : http://www.youtube.com/watch?v=NtLfgfeaSvU).
Bahkan yang lebih parah Guru Ijai bukan hanya mengaku bertemu dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tapi juga mengaku Nabi mencium lututnya ??!!. Tokoh sufi Banjarmasin ini sangat digandrungi oleh orang-orang besar Negara. Ia mengaku –di masa hidupnya- banyak tokoh-tokoh yang telah menemuinya. Diantaranya presiden, wakil presiden, para menteri, para jenderal, demikian juga Duta Besar, bahkan Sultan Selangor (dari luar negeri).

Berikut transkrip perkataan guru Ijai :
((Dan pina-pinanya babinian-babinian nang sama-sama handak ke masjid melihat ulun berkursi roda, anu…bagamis, basurban anak ulun Muhammad di kanan dan Ahmad di kiri, pina-pinanya babinian nang mesir turki iran, pinanya itu pinanya tecangan semunyaan, iiih Cuma kedada takdir lalu kada kawin, maka pinanya babiniannya itu burit ganal-ganal, munnya burit ganal tukan umpama ditunggang tukan kinyal-kinyal, napa sunyi…? Hmm…)) (lihat https://app.box.com/s/i7qjgi3ty1gdnxmp954q, dari menit ke 14:40)) Terjemahan ke dalam bahasa Indonesia, "Dan sepertinya para wanita yang sama-sama ingin pergi ke masjid, ketika melihat saya berkursi roda, anu…berpakaian gamis, bersurban, anak saya yang bernama Muhammad di sebelah kanan dan Ahmad di sebelah kiri, sepertinya para perempuan yang berasal dari Mesir, dari Turki, dan dari Iran, sepertinya semuanya tercengang, akan tetapi tidak ada takdir sehingga aku tidak kawin dengan mereka, maka sepertinya para wanita tersebut pantat-pantatnya besar-besar, kalau pantatnya besar itu, bukankah jika ditunggangi terasa kenyal-kenyal, napa sunyi…? Hmm…"
Guru Ijai juga berkata ((Masuk ke dalam masjid mulai babussalam menuju raudhoh, maka terperangah urang di masjid melihat terutama tentaranya, seakan-akan tentara itu tadi patuh lawas, lalu memberikan jalan untuk kursi roda kita menuju raudhoh, urang nang di raudhoh tu semuanya kagum, selesai ziarah ke makam Nabi, ulun ziarah ke makan nabi polisi-polisi itu semua menjaga akan, begitu ziarah membuka mata, kita melihat dan merasa akan, bahwa Rasulullah keluar dari kuburnya, dan selalu Rasulullah itu mencium "lintuhut ulun" (dalam bahasa Banjar : Lutut Saya-pen), maka ulunpun gugur dari kursi roda menangis karena rasa kada patut Rasulullah ini mencium lintuhut saurang, percaya tidak percaya terserah, namun ulun badusta kada wani, malam pertama, tatkala masuk madinah, maka melihat akan lampu-lampu di…apa narannya itu di menara-menara masjid, kemudian, kita naik di atas mobil duduk sampai di muka rumah, maka masing-masing anak buah turunan badahulu, kita kada kawa turun karena batis dan parut bangkak, kemudian naik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke dalam motor lalu maangkat ulun, menuntun sampai ke ranjang, maka ulun menangis, lalu teguring, sekali bangun siti Fatimah dan semua urang nang baqi’il gharqad kada ketinggalan istri nabi semuanya dan syeikh seman madani dan semua shahabat-shahabat nabi semua ada dihiga ulun, ulun melihat, menangis pulang sampai urang adzan pertama, sebelum subuh, semua mengatakan aku tahu ikam garing, semestinya ikam kada usah kemari karena ikam sakit, tapi ikam kesini jua, jadi aku nang mendatangi ke rumah ikam, supaya ikam biar kada usah lagi ke kubur aku, subhanallah sangat berkesanlah umrah kita pada sekali itu) (lihat https://app.box.com/s/i7qjgi3ty1gdnxmp954q, dari menit ke 25:36)
(Ditranskrip oleh sahabat saya Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc hafizohullah yang berasal dari Banjarmasin, karena dalam ceramahnya Guru Ijai terkadang menggunakan lafal-lafal dari bahasa Banjarmasin).
Lihatlah dalam pengakuan Guru Ijai di atas :
  • Dalam kondisi terjaga, ia melihat Nabi keluar dari kuburannya
  • Nabi mencium lututnya !!!
  • Nabi mengantarnya sampai ke ranjangnya…
  • Seluruh sahabat Nabi dan seluruh istri-istri Nabi juga bertemu dengannya –dalam keadaan terjaga-?
Sungguh… super khurofat kelas kakap..!!!, bukankah jumlah sahabat yang dikubur di Baqi' puluhan ribu??!
Inikah sahabat Nabi dari tanah air Indonesia…??, lihatlah juga perkataan pornonya : ((para wanita tersebut pantat-pantatnya besar-besar, kalau pantatnya besar itu, bukankah jika ditunggangi terasa kenyal-kenyal)), perkataan yang diucapkan oleh Guru Ijai dihadapan murid-muridnya tanpa malu-malu. Di masjid Nabawi…, tatkalau mau ziarah makam Nabi malah berpikiran porno…??

Adapun sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang kedua adalah Habib Munzir Al-Musaawa "radhiallahu 'anhu??!!". Ia telah meyakini bahwasanya ruh Nabi hadir dalam acara maulid yang dirayakannya. Habib Munzir berkata dalam ceramahnya ((Jangan diantara kalian merasa kalau di dalam maulid itu ruh Nabi tidak hadir. Kalau orang merasa ruh Nabi tidak hadir dalam maulid berarti dia mahjuub, dia tertutup dari cinta kepada Nabi)). Lalu Habib Munzir menceritakan bahwa malamnya Nabi datang dalam mimpinya dan menegur agar Habib Munzir tidak mengucapkan kata-kata kasar dan marah-marah kepada hadirin, karena yang hadir di acara maulid adalah tamu-tamu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Akan tetapi hendaknya Habib Munzir menyampaikan kepada para mereka yang menghadiri acara maulid bahwasanya Nabi mencintai mereka dan Nabi merindukan mereka. (Silahkan lihat di : http://www.youtube.com/watch?v=4mo8nw-skPE)
Dan kita ketahui bersama bahwasanya barang siapa yang bertemu dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam –meskipun tidak bisa melihatnya dengan kedua matanya- maka ia tetap digolongkan sebagai sahabat. Karenanya Abdullah bin Umi Maktum radhiallahu 'anhu tetap dikatakan sebagai sahabat meskipun kedua matanya buta akan tetapi beliau bertemu dengan Nabi dan semajelis dengan Nabi. Sebagaimana Habib Munzir yang meyakini bahwa Nabi semajelis dengan beliau tatkala beliau merayakan maulid Nabi shallallahu 'alahi wa sallam.
Tentunya kita –sebagai orang Indoensia- sangatlah bangga ternyata ada diantara para sahabat Nabi yang berasal dari tanah air??. Ternyata fenomena munculnya "Sahabat Nabi BARU" ini bukanlah fenomena yang baru dalam dunia Islam. Telah banyak tokoh-tokoh sufiyah yang mengaku bertemu dengan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam keadaan terjaga dan tidak tidur. Diantara mereka adalah :

Pertama : Ahmad At-Tijaaani.
Thoriqot At-Tijaaniyah mengakui bahwa imam mereka Ahmad At-Tijaani sering bertemu dengan Nabi dan bercengkrama dengan Nabi shallallahu 'alahi wasallam.
Mereka berkata :
مما لسيدنا رضي الله عنه من الكرامات المأثورة والمناقب المشهورة، رؤيته واجتماعه بسيد الأنام عليه الصلاة والسلام في حال اليقظة والمشافهة لا في حال المنام ، وهي لدى الرجال الكاملين أجل مقصد وأسنى مرام
"Diantara keistimewaan sayyid kami (Ahmad At-Tijaani) radhiallahu 'anhu berupa karomat yang diriwayatkan dan juga manaqib yang masyhuur adalah beliau melihat dan berkumpul dengan pemimpin manusia (Nabi Muhammad) shallallahu 'alaihi wasallam dalam kondisi terjaga dan dalam kondisi saling berbicara bukan dalam kondisi tidur. Dan karomat ini merupakan tujuan yang mulia dan impian yang tertinggi di sisi orang-orang yang sempurna" (Sebagaimana mereka akui di website mereka : http://www.tidjaniya.com/ar/vision-prophete-etat-veille.php)
Dengan demikian maka Ahmad At-Tijaani telah mengambil cara beragama tarikat At-Tijaaniyah langsung dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. (lihat : http://www.youtube.com/watch?v=Zh5cWQMaaIg).  Tidak seperti Al-Imam Asy-Syafi'i (dan juga seluruh imam madzhab, dan juga seluruh para ulama) yang harus melalui perantara sanad (dangan para perawi) untuk bisa menukil dari Rasulullah.

Kedua : Ahmad Ar-Rifaa'i
Dari Syaikh 'Izzuddin Abul Afaroj Al-Waasithy ia berkata :
كنت مع شيخنا ومفزِعنا وسيدنا أبي العباس القطب الغوث الجامع الشيخ السيد أحمد الرفاعي الحسيني رضي الله عنه، عام خمس وخمسين وخمسمائة العام الذي قدّر الله له فيه الحج، فلما وصل مدينة الرسول صلى الله عليه وسلم، وقف تجاه حجرة النبي عليه الصلاة والسلام وقال على رءوس الأشهاد:
“السلام عليك يا جدي”، فقال له عليه الصلاة والسلام: “وعليك السلام يا ولدي”. سمع ذلك كل من في المسجد النبوي. فتواجد سيدنا السيد أحمد وأرعد واصفرّ لونه وجثا على ركبتيه ثم قام وبكى وأنَّ طويلا وقال:
يا جداه:‏
في حالة البعد روحي كنت أرسلها … تقبل الأرض عني وهيَ نائبتي
وهذه دولة الأشباح قد حضرتْ … فامددْ يمينك كي تحظى بها شفتي
فمدَّ له رسول الله صلى الله عليه وسلم يده الشريفة العطرة من قبره الأزهر المكرم فقبلها السيّد أحمد الرفاعي رضي الله عنه في ملأ يقرُبُ من تسعين ألف رجل والناس ينظرون اليد الشريفة
"Aku bersama guru kami, sayyid kami Al-Quthub, Al-Ghouts Al-Jaami', Abul 'Abbaas Asy-Syaikh As-Sayyid Ahmad Ar-Rifaa'i Al-Husaini radhiallahu 'anhu pada tahun 555 Hijriyah yaitu tahun dimana Allah menaqdirkan beliau untuk berhaji. Tatkala beliau sampai di kota Madinah maka beliau berdiri ke arah kuburan Nabi 'alaihi as-sholaatu wassalaam dan beliau berkata di hadapan banyak orang : "Assalaamu'alaika wahai kakekku"
Maka Nabi 'alaihi as-sholaatu wassalaam menjawab : "Wa'alaikas salaam wahai putraku"
Semua orang yang ada di masjid Nabawi mendengar jawaban Nabi tersebut. Maka Sayyid Ahmad Ar-Rifaa'i pun gemetar dan pucat warna kulitnya lalu iapun tersungkur di atas kedua lututnya lalu beliau berdiri  dan menangis lama dan berkata :
"Tatkala aku jauh (darimu) akupun mengirim ruhku….untuk mencium tanah tanah dan itu adalah wakil diriku…
Dan inilah orang-orang telah hadir… maka ulurkanlah tanganmu agar bibirku bisa menciumnya…
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun mengeluarkan tangannya yang mulia yang harum dari kuburannya yang mulia, lalu dicium oleh As-Sayyih Ahmad Ar-Rifaa'i dihadapan banyak orang yang berjumlah sekitar 90 ribu, dan orang-orang melihat tangan Nabi yang mulia..
(Sebagaimana dinukil dalam website toriqoh Ar-Rifaa'iyah : http://rifaiyyah.com/?page_id=40)

Ketiga : Mantan Mufti Mesir DR Ali Jum'ah. Ia mengaku telah bertemu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam kondisi terjaga. (silahkan lihat http://www.youtube.com/watch?v=rg610HvsQUs)


Pengingkaran Ulama Syafi'iyah Terhadap Khurofat Ini

Para ulama madzhab Syafi'iyyah telah mengingkari khurofat bertemu Nabi shallallahu 'alahi wasallam dalam kondisi terjaga setelah wafatnya Nabi. Diantara mereka adalah :

Pertama : Al-Hafiz Ibnu Hajar al-'Asqolani rahimahullah, beliau telah menukil perkataan Abu Bakr bin al-'Arobi sbb :
وَشَذَّ بَعْضُ الصَّالِحِيْنَ فَزَعَمَ أَنَّهَا تَقَعُ بِعَيْنِي الرَّأَسِ حَقِيْقَةً
"Dan telah aneh sebagian orang-orang sholeh, mereka menyangka bahwa mimpi ketemu Nabi shallallahu 'alahi wa sallam akan menjadi kenyataan (di alam nyata)" (Fathul Baari 12/384)
Ibnu Hajar juga berkata :
وَقَدِ اشْتَدَّ إِنْكَارُ الْقُرْطُبِي عَلَى مَنْ قَالَ مَنْ رَآهُ فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَأَى حَقِيْقَتَهُ ثُمَّ يَرَاهَا كَذَلِكَ فِي الْيَقْظَةِ
"Sungguh Al-Qurthubi telah mengingkari dengan keras terhadap orang yang berkata bahwasanya barang siapa yang melihat Nabi dalam mimpi maka sungguh telah melihatnya hakikat Nabi, kemudian dia melihatnya juga dalam keadaan terjaga" (Fathul Baari 12/385)
Dan telah lalu perkataan Ibnu Hajar :
وَنُقِلَ عن جماعة من الصالحين أنهم رأوا النبي صلى الله عليه وسلم في المنام ثم رأوه بعد ذلك في اليقظة وسألوه عن أشياء كانوا منها متخوفين فأرشدهم إلى طريق تفريجها فجاء الأمر كذلك قلت وهذا مشكل جدا ولو حمل على ظاهره لكان هؤلاء صحابة ولأمكن بقاء الصحبة إلى يوم القيامة ويعكر عليه أن جمعا جما رأوه في المنام ثم لم يذكر واحد منهم أنه رآه في اليقظة وخبر الصادق لا يتخلف
"Dinukilan dari sekelompok orang-orang sholeh bahwasanya mereka telah melihat Nabi shallallahu 'alahi wa sallam dalam mimpi lalu merekapun melihatnya setelah itu dalam kondisi terjaga. Lalu mereka bertanya kepada Nabi tentang perkara-perkara yang mereka khawatirkan, maka Nabipun memberi arahan kepada solusi, lalu datanglah solusi tersebut. Aku (Ibnu Hajar) berkata : Ini merupakan perkara yang sangat menimbulkan permasalahan. Kalau nukilan ini dibawakan kepada makna dzohirnya maka para orang-orang sholeh tersebut tentunya adalah para sahabat Nabi, dan akhirnya kemungkinan menjadi sahabat Nabi akan terus terbuka hingga hari kiamat. Dan yang merusak makna dzohir ini bahwasanya ada banyak orang yang telah melihat Nabi dalam mimpi lalu tidak seorangpun dari mereka menyebutkan bahwa ia telah melihat Nabi dalam kondisi terjaga. Dan pengkhabaran orang jujur tidak akan berbeda" (Fathul Baari 12/385)

Kedua : Adz-Dzahabi rahimahullah menyatakan bahwa orang yang mengaku telah mendengar suara Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan terjaga sebagai Dajjaal dan Pendusta, lantas bagaimana jika orang tersebut mengaku melihat dan bertemu ruh Nabi atau jasad Nabi??
Adz-Dzahabi rahimahullah berkata  :
الربيع بن محمود المارديني، دجال مفتر، ادعى الصحبة والتعمير في سنة تسع وتسعين وخمسمائة.
"Ar-Robii' bin Muhammad Al-Mardini : Dajjaal pendusta, ia mengaku sebagai seorang sahabat dan dipanjangkan umurnya pada tahun 599 Hijriyah" (Mizaanul I'tidaal 2/42)
Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
"Ar-Robii' bin Mahmuud Al-Maardini. Ia termasuk syaikh-syaikh kaum sufiyah, dan ia mengaku sebagai seorang sahabat. Demikianlah yang disebutkan oleh Adz-Dzhabi dalam kita Mizaanul I'tidaal. Dan dikatakan ia adalah Dajjal (pendusta) yang pada tahun 599 H, ia mengaku sebagai seorang sahabat dan berumur panjang…

Aku (Ibnu Hajar) berkata : Yang nampak bagiku dari ceritanya adalah yang dimaksud dengan "sahabat" yang diakui olehnya adalah kabar yang datang tentang dirinya bahwasanya ia melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam mimpi tatkala ia di kota Madinah yang mulia. Maka Nabi berkata kepadanya, "Engkau telah beruntung di dunia dan di akhirat". Lalu Ia (Ar-Robii' bin Mahmud) setelah terjaga dari tidurnya mengaku bahwa ia mendengar Nabi mengatakan  demikian.(Al-Isoobah 2/223, biografi no 2745)

Ketiga : Al-Hafiz Ibnu Katsir rahimahullah.
Dalam kitabnya Al-Bidaayah wa An-Nihaayah  –pada biografi Abul Fath At-Thuusy (Ahmad bin Muhammad bin Muhammad)- Ibnu Katsir berkata :
ثُمَّ أَوْرَدَ ابْنُ الْجَوْزِيِّ أَشْيَاءَ مُنْكَرَةً مِنْ كَلَامِهِ فاللَّه أَعْلَمُ، مِنْ ذَلِكَ أَنَّهُ كَانَ كُلَّمَا أَشْكَلَ عَلَيْهِ شَيْءٌ رَأَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْيَقَظَةِ فَسَأَلَهُ عَنْ ذلك فدله على الصواب
 "Kemudian Ibnul Jauzi menyebutkan perkara-perkara yang mungkar dari perkataan Abul Fath At-Thusy –Allahu A'lam- diantaranya bahwasanya setiap kali Abul Fath mengalami kesulitan tentang sesuatu maka iapun melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan terjaga, lalu ia bertanya kepada Rasulullah tentang perkara yang menyulitkan tadi, lalu Nabi menunjukkan kebenaran kepadanya" (Al-Bidaayah wa An-Nihaayah 12/196).
Sangat jelas bahwasanya bertemunya seseorang -dalam keadaan terjaga- dengan Nabi merupakan perkara yang mungkar menurut Ibnul Jauzi, dan hal ini diakui oleh Ibnu Katsir.

Keempat : As-Sakhoowi rahimahullah
Al-Qostholaani berkata :
وأما رؤيته- صلى الله عليه وسلم- فى اليقظة بعد موته- صلى الله عليه وسلم- فقال شيخنا: لم يصل إلينا ذلك عن أحد من الصحابة، ولا عن من بعدهم.
وقد اشتد حزن فاطمة عليه- صلى الله عليه وسلم- حتى ماتت كمدا بعده بستة أشهر- على الصحيح- وبيتها مجاور لضريحه الشريف، ولم ينقل عنها رؤيته فى المدة التى تأخرت عنه
"Adapun melihat Nabi shallallahu 'alahi wasallam dalam keadaan terjaga (tidak tidur) setelah wafatnya Nabi, maka guru kami (As-Sakhoowi rahimahullah) berkata : "Tidaklah sampai kepada kami hal tersebut (melihat Nabi dalam keadaan terjaga) dari seorangpun dari kalangan para sahabat Nabi, dan juga dari kalangan setelah para sahabat. Dan sungguh telah berat kesedihan Fathimah atas wafatnya Nabi shallallahu 'alahi wa sallam, sampai-sampai Fathimah -setelah enam bulan menurut pendapat yang shahih- akhirnya meninggal karena kesedihan yang amat parah. Padahal rumahnya berdekatan dengan kuburan Nabi yang mulia, akan tetapi tidak dinukilkan dari Fathimah bahwa beliau melihat Nabi di masa –enam bulan tersebut-" (Al-Mawaahib Al-Laduniyah bi Al-Minah Al-Muhammadiyah 2/371)
Demikianlah perkataan para ulama madzhab Syafi'iyyah dan pengingkaran mereka terhadap orang yang mengaku melihat Nabi dalam keadaan terjaga (tidak tidur)


BANTAHAN
Tentunya jika memang –setelah wafatnya Nabi- ruh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masih hadir dalam acara maulid, atau memungkinkan untuk melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan terjaga maka melazimkan hal-hal berikut :
Pertama : Berarti Ruh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bisa berjumlah ganda. Karena sangat memungkinkan dalam satu waktu (terutama tanggal 12 Robi'ul Awwal) dilaksanakan banyak maulid Nabi di penjuru dunia. Dan ruh Nabi akan hadir di acara-acara maulid tersebut ??!!. Karenanya tidaklah mengherankan jika sebagian orang-orang yang melaksanakan acara maulid berdiri serentak dalam rangka menyambut kedatangan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam acara mereka !!. Bukankah tatkala Nabi masih hidup saja beliau tidak bisa menjadikan jasad beliau ganda berada di dua tempat apalagi setelah meninggal??.
Ataukah maksud Habib Munzir bahwasanya ruh Nabi hanya hadir di acara maulid yang dihadiri oleh Habib Munzir saja, agar ruh Nabi tetap dikatakan hanya satu??!
Kedua : Meyakini ruh Nabi masih bisa berjalan-jalan diatas muka bumi melazimkan kita masih bisa berkomunikasi dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, meminta Nabi untuk memberi solusi tentang permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Dan ini tentunya merupakan khurofat besar. Bukankah terjadi perselisihan diantara para sahabat karena kesalahpahaman dan peran kaum khowarij sehingga terjadi pertumpahan darah, lantas kenapa mereka (para sahabat) tidak berdiskusi dengan ruh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk memecahkan permasalahan dan memberi solusi dalam perselisihan mereka??.
Demikian juga kisah Fatimah radhiallahu 'anhaa yang menuntut warisan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam kepada Abu Bakar radhiallahu 'anhu. Lantas kenapa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak menemui Fathimah atau Abu Bakar dan menjelaskan hukum yang sebenarnya atau menengahi mereka berdua??!
Ketiga : Jika ada yang berkata bahwa ruh Nabi hanya muncul di acara maulid, tentunya para sahabat akan sangat bersemangat untuk mengadakan acara maulidan setiap tahun, karena kerinduan dan kecintaan mereka terhadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan tentunya untuk bisa berdiskusi dengan Nabi ??!!. Atau bila perlu para sahabat akan melaksanakan acara maulid Nabi setiap hari demi bisa berjumpa dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam !!
Apakah ada orang sekarang yang mengaku lebih cinta dan lebih rindu kepada Nabi daripada para sahabat??!!
Keempat : Jika bisa bertemu dengan ruh Nabi melazimkan orang yang bertemu tersebut adalah para sahabat. Karena definisi seorang sahabat –sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar al-'Asqolani dan ulama yang lainnya- adalah : "Seseorang yang bertemu dengan Nabi dalam keadaan beriman dan orang tersebut meninggal dalam keadaan beriman". Jika perkaranya demikian maka para sahabat tidak hanya terhenti pada zaman Nabi shallahu 'alaihi wasallam tapi akan  bisa berlanjut hingga hari kiamat.
Karenanya buku yang ditulis oleh Ibnu Hajar rahimahullah dengan judul (الإِصَابَةُ فِي مَعْرِفَةِ الصَّحَابَةِ) yang menjelaskan tentang nama-nama sahabat adalah buku yang penuh dengan kekurangan. Karena masih terlalu banyak sahabat baru yang datang belakangan karena ketemu ruh Nabi, atau ketemu Nabi dalam keadaan terjaga.
Kelima : Dan jika masih bisa ketemu Nabi setelah wafat beliau dalam keadaan terjaga maka tentunya buku-buku hadits yang ada sekarang seperti shahih Al-Bukhari, shahih Muslim, Musnad Al-Imam Ahmad, Sunan Abi Dawud, Sunan At-Thirmidzi, Sunan Ibni Maajah, Sunan An-Nasaai, Sunan Ad-Daarimi, Sunan Al-Baihaqi, dll…, ternyata masih jauh dari kelengkapan. Karena masih banyak hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat "baru" yang bertemu dengan Nabi dan ngobrol-ngobrol dengan Nabi setelah wafatnya Nabi. Diantara sahabat tersebut –sebagaimana telah lalu- adalah Ahmad At-Tijany "radhiallahu 'anhu", Ahmad Ar-Rifaa'i radhiallahu 'anhu, DR Ali Jum'ah radhiallahu 'anhu, dan juga Habib Munzir radhiallahu 'anhu??!!
Keenam : Jika bisa ketemu ruh Nabi dalam kondisi terjaga (setelah wafatnya Nabi) maka sungguh perjalanan jauh yang ditempuh oleh Al-Imam Al-Bukhari dan para ahli hadits lainnya dalam mengumpulkan hadits-hadits Nabi merupakan pekerjaan yang tolol dan membuang-buang waktu dan energi serta biaya. Sebenarnya caranya mudah saja, yaitu janjian sama Nabi shallallahu 'alahi wasallam untuk ketemuan lalu belajar langsung dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Ketujuh : Jika bisa bertemu Nabi dalam keadaan terjaga (setelah wafat beliau), maka pernyataan para ulama "Buku yang paling shahih/valid/benar setelah al-Qur'an adalah kitab Shahih Al-Bukhari' merupakan pernyataan yang sangat ngawur. Karena dalam kitab Shahih Al-Bukhari, al-Imam Al-Bukhari masih meriwayatkan hadits-hadits Nabi melalui perantara jalur-jalur sanad yang dalam satu sanad terdapat beberapa perawi. Adapun para sahabat "baru" yang bertemu Nabi dalam keadaan terjaga (setelah wafatnya Nabi) mereka telah meriwayatkan langsung dari Nabi tanpa perantara. Jadi kalau hadits-hadits "sahabat baru' ini dikumpulkan maka lebih shahih daripada kitab Shahih Al-Bukhari.
Kedelapan : Jika ternyata setelah wafat Nabi masih bisa berjalan-jalan di dunia dan muncul di dunia untuk bertemu dengan para sahabat, maka buat apa para sahabat menangis dan bersedih tatkala meninggalnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam??!!. Bukankah seharusnya mereka santai saja…, toh tidak ada bedanya antara Nabi sebelum dan sesudah wafat…, sama saja masih hidup dan masih bisa ditemui dan diajak ngobrol dan diskusi ??!!
Kesembilan : Jika Nabi masih bisa berjalan-jalan di dunia setelah wafatnya, lantas kenapa Umar bin Al-Khottoh bertawassul meminta paman Nabi yaitu Al-'Abbas bin Abdil Muttholib untuk mendoakan agar Allah menurunkan hujan??, kenapa Umar tidak langsung saja ketemu ruh Nabi dan meminta Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk berdoa agar Allah menurunkan hujan??!!

Kesepuluh :  Jika ruh Nabi berjalan-jalan di dunia berarti orang-orang yang menziarahi kuburan Nabi dan memberi salam kepada Nabi ternyata hanyalah menziarahi jasad Nabi yang kosong dari ruhnya. Dan barang siapa yang menganggap bisa ketemu Nabi secara lengkap –jasad dan ruhnya- setelah wafatnya Nabi, berarti kuburan Nabi lagi kosong sama sekali, sehingga para penziarah hanya menziarahi kuburan kosong??!!
Tentunya khurofat bertemu Nabi dalam kondisi terjaga sangatlah bertentangan dengan hadits berikut ini :
ألا وإن أول الخلائق يكسى يوم القيامة إبراهيم ألا وإنه يجاء برجال من أمتي فيؤخذ بهم ذات الشمال فأقول يا رب أصيحابي فيقال إنك لا تدري ما أحدثوا بعدك فأقول كما قال العبد الصالح { وكنت عليهم شهيدا ما دمت فيهم فلما توفيتني كنت أنت الرقيب عليهم وأنت على كل شيء شهيد } فيقال إن هؤلاء لم يزالوا مرتدين على أعقابهم منذ فارقتهم
"Ketahuilah bahwasanya yang pertama kali dipakaikan pakaian pada hari kiamat adalah Ibrahim 'alaihis salam. Ketahuilah akan didatangkan beberapa orang dari umatku lalu di bawa ke arah kiri (ke neraka-epn). Maka aku berkata, "Wahai Robbi, mereka adalah para sahabatku yang sangat sedikit". Maka dikatakan kepadaku, "Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang telah mereka ada-adakan setelahmu". Maka akupun berkata sebagaimana perkataan seorang hamba yang sholeh (Nabi Isa-pen) : "dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan Aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. dan Engkau adalah Maha menyaksikan atas segala sesuatu" (QS Al-Maaidah : 117). Maka dikatakan : Sesungguhnya mereka selalu kembali ke belakang mereka (murtad) semenjak engkau berpisah dari mereka" "(HR Al-Bukhari no 4652 dan Muslim no 2860)
Tentunya jika Nabi masih bisa berjalan-jalan setelah wafat beliau maka beliau akan mengetahui apa yang terjadi dengan sebagian sedikit orang-orang pernah bertemu dengannya lalu murtad setelah wafat beliau.
Demikian juga dengan Nabi Isa 'alaihis salaam yang pada hakekatnya ia belumlah meninggal akan tetapi diangkat oleh Allah ke langit. Meskipun belum meninggalpun Nabi Isa tidak mengetahui apa yang terjadi dengan kaumnya setelah ia berpisah dari mereka. Lantas bagaimana dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang telah meninggal dunia??.

Catatan :
Mereka yang menyatakan bisa bertemu dengan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam kondisi terjaga, telah berdalil dengan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :
مَنْ رآنِي فِي الْمَنَامِ فَسَيَرَانِي فِي الْيَقْظَةِ
"Barang siapa yang melihatku dalam mimpi maka ia akan melihatku dalam keadaan terjaga" (HR Al-Bukhari no 6993 dan Muslim no 2266)
Sisi pendalilan adalah sabda Nabi "Ia akan melihatku dalam kondisi terjaga".
Bantahan terhadap pendalilan ini adalah:
Pertama : Hadits ini tidaklah sebagaimana yang mereka pahami. Para ulama telah menjelaskan maksud dan makna hadits ini. Diantaranya Al-Imam An-Nawawi rahimahullah, beliau berkata :
"...سيراني في اليقظة ففيه أقوال أحدها المراد به أهل عصره ومعناه أن من رآه في النوم ولم يكن هاجر يوفقه الله تعالى للهجرة ورؤيته صلى الله عليه وسلم في اليقظة عيانا والثاني معناه أنه يرى تصديق تلك الرؤيا في اليقظة في الدار الآخرة لأنه يراه في الآخرة جميع أمته من رآه في الدنيا ومن لم يره والثالث يراه في الآخرة رؤية خاصته في القرب منه وحصول شفاعته"
"…(Dia akan melihatku dalam keadaan terjaga), maka ada beberapa pendapat. 
Pertama : Maksudnya adalah orang-orang yang tinggal semasa dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan maknanya adalah : Barang siapa yang melihatnya di dalam tidur dan belum berhijroh, maka Allah akan memberikan taufiq kepadanya untuk berhijroh dan melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam kondisi terjaga .
Kedua : Maknanya adalah ia melihat kebenaran mimpi tersebut dalam kondisi terjaga di akhirat, karena semua umat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam akan melihat Nabi di akhirat, baik yang pernah melihatnya di dunia ataupaun yang tidak melihatnya di dunia
Ketiga : Ia akan melihat Nabi di akhirat dengan penglihatan yang khusus yaitu dekat dengan Nabi dan akan memperoleh syafa'atnya" (Al-Minhaaj syarh Shahih Muslim 15/26)

Kedua : Kalau kita memahami hadits ini sebagaimana yang dipahami oleh mereka, maka melazimkan setiap orang yang bermimpi ketemu Nabi maka pasti ia akan melihat Nabi dalam kondisi terjaga. Dan ini adalah perkara yang didustakan oleh kenyataan. Karena kenyataannya, banyak orang yang bermimpi ketemu Nabi shallallahu 'alahi wa sallam dalam mimpi akan tetapi mereka tidak melihat Nabi dalam kondisi terjaga.

sumber: disini

BENARKAH HABIB HABAIB ALAWIYIN DLL TURUNAN RASULULLAH ATAU REKAYASA POLITIK

Sebuah perencanaan busuk di lakukan oleh Abdurahman ibn Muljam untuk membunuh Saidina Ali ra pada tanggal 17 Ramadhan 40 H. bersama beberapa kelompok seperti muawwiyah dan UMAYYAH juga para kelompok SYIAH lainnya, karena menjelang wafatnya saidina Ali ra telah ada terbentuk sekte IMAMIAH, SEKTE SITTAH, SEKTE ITSNAI-ASYARAT, SEKTE KAISANIAH, SEKTE ZAIDIAH di mana semua adalah SYIAH dan melepaskan diri dari ASSUNNAH RASULULLAH MUHAMMAD saw. Para kelompok SYIAH ini memang sudah lama memimpikan akan menguasai kembali PERSI dan lepas dari kekuasaan para SAHABAT. Sehingga dendam karena kalah perang dan membenci RASULULLAH menjadi bola politik yang selalu di lempar oleh kekuatan musuh musuh AHLU BAIT ( keluarga Rasulullah ) juga para sahabat, merekalah yang paling licik dan kejam juga pandai menipu sejarah. Dalam Kitab lama DLUHA AL ISLAMI jilid III cetakan 1964 di ungkapkan oleh Dr Ahmad Amin banyak mengupas peristiwa wafatnya saidina ALI dan perpecahan di ummat.

SYIAH yang artinya kelompok politik telah menulis assunnah yang berbeda dengan RASULULLAH dan mengangkat saidina ALI sebagai RASULULLAH dan NABI yang Syah tetapi telah bertentangan dengan AL HADITS sehingga kedudukan SYIAH menjadi ancaman untuk kebenaran RASULULLAH MUHAMMAD saw, sehingga jelang waktu yang tak lama saidina HASAN ra dan saidina HUSEN ra JUGA TERBUNUH karena kebencian kaum SYIAH terhadap keluarga RASULULLAH, Dengan siapakah anak cucu RASULULLAH ini menikah siapakah putra putra turunan mereka ini hilang dari catatan Sejarah karena gedung gedung penyimpan buku buku catatan tua telah di bakar oleh kelompok SYIAH di BASRAH IRAQ ,,,,  Kaum Syiah yang memang telah merencanakan akan membunuh semua keturunan Saidina ALI dengan Istrinya FATIMAH AZZAHRA telah matang di buat sehingga dalam umur yang baru belasan tahun saidina hasan dan saidina husen telah menjadi amirul mu'minin dan tewas dalam penyergapan dan pembantaian. inilah fakta sejarah ytang masih ada di MADINAH ALMAWARDIYAH dan di TARIM HADROMOUT YAMAN.

Ulama Besar dari Mesir AL SYEKH DR ABDUL MUN EIM AL NEMR AL AZHAR KAIRO MESIR juga telah membahas awal asal muasal terbentuknya SYIAH/kelompok politik dan semua nama sekte sekte SYIAH yang memiliki konspirasi untuk menumpas turunan RASULULLAH dan semua para SAHABAT,mereka menghujat dan menghina para SAHABAT sampai saat ini di wilayah ARAB JAZIRAH dan ARAB PERSI,tak lama timbul kembali sejarah palsu yang menerangkan seorang lelaki asal dari BASRAH IRAQ yang mengaku anak cucu NABI MUHAMMAD saw yang tidak jelas adalah konspirasi SYIAH yang memasuki NEGARA YAMAN agar dapat di terima dan menetap sehingga berkeluarga dan memiliki banyak keturunan, kami lampirkan nasab keturunan dari yaman pendatang dari BASRAH IRAQ bernama AHMAD BIN ISA AL BASRAH IRAQ DAN TERUS MEMILIKI KETURUNAN :
(ALI)  ( HUSEIN)    ( MUHAMMAD )      ( UBAIDILLAH menetap di yaman )

dari UBAIDILLAH inilah mereka membentuk keluarga besar di Yaman dan memiliki keturunan (ALI ) & ( ALWI AMMUL FAQQIH )
dari ALWI AMMUL FAQQIH mereka melahirkan 3 orang anak ( ABDULLAH ) (ABDUL MALIK ) ( ABDURAHMAN ) semua nama nama tadi sebut anak cucu ALWI atau kalau sekarang di dengar bernama ALAWIYIN atau keturunan ALWI AHMAD BIN ISA AL BASRAH IRAQ. Kini mereka menjadi ratusan keluarga dengan nama belakang marga yang berbeda anak cucu keturunan ALWI AHMAD BIN ISA AL BASRAH IRAQ seperti MARGA atau FUM mereka ADALAH :

AL ATTHAS - ASSEGAF - AL IDRUS - AL HABSIE - AL HAMID - BIL FAGEH - AL HADAD - AL KAFF - AL THOHIR - AL JUFRE - AL JAMALULAEL - AL QADRI - BIN AGIL - AL JINDAN - AL MUHKDOR - BIN YAHYA - AL BARUM - AL JUNAID AL AKHDOR - AL KHERID - AL KHUN - AL MADEHIJ - AL MARZAK - AL MASYHUR - AL MASILAH - AL MUTHOHAR - ABU NUMAI ASSYATIRI - AL SYILLI - BA'ABUD - BAJAHDAB - BARAQBAH - VAD'AQ - AL BA'ALI - AL NA'UMAR - ALBAIRRADINI - AL BAGHOIS - AL BAR - AL BIED - AL JAZERA - AL KADAD - AL MUSYAYAK AL UMAR - AL BAHR- ASH SHOFIE - AL HAMIL - AL BASYAEBAN - AL AS SAHIL - AL SARI - AL SYAMBAL - AL SMITH - AL THOHIR -  AL AIDID -  AL ALILALA - AZMATKHAN - AL BABTINAH - AL BAHASYIM - AL BAITI - AL BASAKUTA - AL NAZHIRI -  BAFARAJ - BASUROH - AL BAHSEIN - AL MUNAWWAR -  AL HADAR - BOFTEIN - JINDAH - AL KHIYYED - AL KHINDUAN - BIN YAHYA - MAULAKHELA - MUGEBEL - ASYSYATHA - AL SHIHABUDDIN - AL HADI - AZ ZAHIR - AZ ZAWAWI - BARAKWAN - BIN SUAIB - BIN SABA

MEREKA menyebar keseluruh Indonesia dan beberapa belahan dunia menetap dan Usaha,guru atau politikus dan berkiprah dalam dakwah, mungkin berbeda dengan mahzab imam syafei sebagai pilihan imam dari ummat muslim Indonesia dalam cara mereka berdakwah dan mengajarkan karena mereka dari keluarga perintis SYIAH asal muasalnya yang di kutib dari buku DR HA MADJID HASAN BAHAFDULLAH yang mengupas sejarah YAMAN - asal muasal keturunan YAMAN juga HADARIEM. ada juga keturunan BA ALWI atau ALAWIYIN yang telah menetap memegang ajaran dari AL IMAM SYAFEI sebagai imam mahdzab muslim Indonesia.

Mohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan dalam catatan ini yang mengupas sebuah tragedi politik dan kedudukan SYIAH di belahan sejarah dunia. Bila ada catatan sejarah yang lebih kuat mendekati peristiwa aslinya pembentukan SYIAH kami harap dapat di kirimkan kepada Kami.salam


Wallahualambisawab

Kebohongan Sejarah Maulid Nabi


Benarkah Ibnu Taimiyah, Ibnu Hajar dan Shalahuddin Al Ayudi mendukung peringatan maulid Nabi?

Sebagian orang selalu mencari-cari dalil untuk membenarkan amalan tanpa tuntunan yang ia lakukan. Di antara cara yang dilakukan adalah menjadikan perkataan ulama Ahlus Sunnah sebagai argumen untuk mendukung bid’ah mereka. Inilah yang terjadi dalam perayaan Maulid Nabi. Di antara perkataan ulama Ahlus Sunnah yaitu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, disalahpahami oleh sebagian kalangan sehingga beliau pun disangka mendukung perayaan Maulid. Begitu pula ada perkataan lain dari Ibnu Hajar Al ‘Asqolani mengenai hal ini. Ibnu Hajar adalah di antara ulama yang memiliki ketergelinciran dalam masalah Maulid. Nantinya kami juga akan membahas syubhat (kerancuan) lainnya yang sengaja disuarakan oleh para simpatisan Maulid seperti pemutarbalikkan sejarah Maulid yang disangka dipelopori oleh Shalahuddin Al Ayubi. Semoga Allah memudahkan untuk mengungkap yang benar dan yang batil. Allahumma yassir wa a’in (Ya Allah, mudahkan dan tolonglah).

Kerancuan Pertama: Salah Paham dengan Perkataan Ibnu Taimiyah

Di salah satu website yang kami telusuri, ada perkataan Syaikhul Islam sebagai berikut, “Merayakan maulid dan menjadikannya sebagai kegiatan rutin dalam setahun sebagaimana yang telah dilakukan oleh sebagian orang, akan mendapatkan pahala yang besar sebab tujuannya baik dan mengagungkan Rasulullah SAW.”

Perkataan beliau inilah yang menjadi dasar sebagian kalangan yang menyatakan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mendukung Maulid. [1]

Kalimat selengkapnya terdapat dalam kitab Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqimsebagai berikut.

فتعظيم المولد واتخاذه موسما قد يفعله بعض الناس ويكون له فيه أجر عظيم لحسن قصده وتعيظمه لرسول الله صلى الله عليه وآله وسلم كما قدمته لك أنه يحسن من بعض الناس ما يستقبح من المؤمن المسدد ولهذا قيل للامام أحمد عن بعض الأمراء إنه أنفق على مصحف ألف دينار ونحو ذلك فقال دعه فهذا أفضل ما أنفق فيه الذهب أو كما قال  مع أن مذهبه أن زخرفة المصاحف مكروهة وقد تأول بعض الأصحاب أنه أنفقها في تجديد الورق والخط وليس مقصود أحمد هذا وإنما قصده أن هذا العمل فيه مصلحة وفيه أيضا مفسدة كره لأجلها فهؤلاء إن لم يفعلوا هذا وإلا اعتاضوا الفساد الذي لا صلاح فيه مثل أن ينفقها في كتاب من كتب الفجور ككتب الأسماء أوالأشعار أو حكمة فارس والروم

“Adapun mengagungkan maulid dan menjadikannya acara tahunan, hal ini terkadang dilakukan oleh sebagian orang. Mereka pun bisa mendapatkan pahala yang besar karena tujuan baik dan pengagungannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang aku telah jelaskan sebelumnya bahwasanya hal itu dianggap baik oleh sebagian orang tetapi tidak dianggap baik oleh mukmin yang mendapat taufik.

Oleh karena itu, diceritakan kepada imam Ahmad mengenai beberapa pemimpin (umaro’) bahwasanya mereka menginfaqkan 1000 dinar untuk pencetakan Mushaf. Maka beliau berkata, “Biarkan mereka melakukan itu, itulah infaq terbaik yang dapat mereka lakukan dengan emas” atau sebagaimana yang Imam Ahmad katakan. Padahal menurut madzhab Imam Ahmad, makruh hukumnya memperindah mushaf. Namun sebagian pengikut Imam Ahmad menafsirkan maksud Imam Ahmad adalah beliau memakruhkan memperbaharui kertas dan khothnya. Namun sebenarnya maksud Imam Ahmad bukanlah seperti yang ditafsirkan ini. Imam Ahmad memaksudkan bahwa memperindah mushaf ini ada mashlahat (manfaat) di satu sisi dan ada pula mafsadatnya (bahayanya). Inilah yang beliau makruhkan.

Namun perlu diketahui bahwa jika mereka (para umara’) tidak melakukan hal  ini (yaitu memperindah mushaf), tentu mereka akan melakukan hal-hal lain yang tidak berfaedah. Misalnya para umara’ tersebut malah menyalurkan infaq mereka untuk mencetak buku-buku tidak bermoral: buku cerita yang hanya menghabiskan waktu, buku sya’ir (yang sia-sia belaka) dan buku filsafat dari Persia dan Romawi.”[2] Demikian perkataan beliau rahimahullah.

Jika seseorang membaca teks di atas secara utuh, insya Allah dia tidak memiliki pemahaman yang keliru. Lihat baik-baik perkataan beliau di atas: ”Mereka pun bisa mendapatkan pahala yang besar karena tujuan baik dan pengagungannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang aku telah jelaskan sebelumnya bahwasanya hal itu dianggap baik oleh sebagian orang tetapi tidak dianggap baik oleh mukmin yang mendapat taufik”. Dari perkataan beliau ini menunjukkan bahwa perayaan Maulid tidak dianggap baik oleh orang-orang yang mendapat taufik. Jika ada yang menganggap amalan Maulid itu baik, maka dia adalah orang yang keliru. Maka ini menunjukkan bahwa Maulid bukanlah amalan yang baik.

Coba kita lihat kembali perkataan Syaikhul Islam lainnya dalam kitab yang sama (Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim) agar kita tidak salah keliru dengan perkataan beliau di atas. Dalam beberapa lembaran sebelumnya, Syaikhul Islam mengatakan,

وكذلك ما يحدثه بعض الناس إما مضاهاة للنصارى في ميلاد عيسى عليه السلام وإما محبة للنبي صلى الله عليه و سلم وتعظيما له والله قد يثيبهم على هذه المحبة والاجتهاد لا على البدع من اتخاذ مولد النبي صلى الله عليه و سلم عيدا مع اختلاف الناس في مولده فإن هذا لم يفعله السلف مع قيام المقتضى له وعدم المانع منه ولو كان هذا خيرا محضا أو راجحا لكان السلف رضي الله عنهم أحق به منا فإنهم كانوا أشد محبة لرسول الله صلى الله عليه و سلم وتعظيما له منا وهم على الخير أحرص وإنما كمال محبته وتعظيمه في متابعته وطاعته واتباع أمره وإحياء سنته باطنا وظاهرا ونشر ما بعث به والجهاد على ذلك بالقلب واليد واللسان فإن هذه هي طريقة السابقين الأولين من المهاجرين والأنصار والذين اتبعوهم بإحسا

“Begitu pula halnya dengan kebiasaan yang dilakukan oleh sebagian orang. Boleh jadi perbuatan mereka menyerupai tingkah laku Nashrani sebagaimana Nashrani pun memperingati kelahiran (milad) ‘Isa ‘alaihis salam. Boleh jadi maksud mereka adalah mencintai dan mengagungkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Boleh jadi Allah memberi ganjaran kepada mereka dikarenakan kecintaan dan kesungguhan mereka, dan bukan bid’ah maulid Nabi yang mereka ada-adakan sebagai perayaan. Padahal perlu diketahui bahwa para ulama telah berselisih pendapat mengenai tanggal kelahiran beliau. Apalagi merayakan maulid sama sekali tidak pernah dilakukan oleh para salaf (sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in). Padahal ada faktor pendorong (untuk memuliakan nabi) dan tidak ada faktor penghalang di kala itu. Seandainya merayakan maulid terdapat maslahat murni atau maslahat yang lebih besar, maka para salaf tentu lebih pantas melakukannya daripada kita. Karena sudah kita ketahui bahwa mereka adalah orang yang paling mencintai dan mengagungkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada kita. Mereka juga tentu lebih semangat dalam kebaikan dibandingkan kita. Dan perlu dipahami pula bahwa cinta dan pengagungan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sempurna adalah dengan ittiba’ (mengikuti)  dan mentaati beliau yaitu dengan mengikuti setiap perintah, menghidupkan ajaran beliau secara lahir dan batin, menyebarkan ajaran beliau dan berjuang (berjihad) untuk itu semua dengan hati, tangan dan lisan. Inilah jalan hidup para generasi utama dari umat ini, yaitu kalangan Muhajirin, Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.”[3]

Kami rasa sudah jelas jika kita memperhatikan penjelasan beliau yang kedua ini. Jelas sekali beliau menyatakan perayaan Maulid itu tidak ada salafnya (pendahulunya) artinya amalan yang tidak ada tuntunannya, bahkan merayakan Maulid sama halnya dengan Natal yang dirayakan oleh Nashrani. Lantas dengan penjelasan beliau ini apakah masih menuduh beliau rahimahullah mendukung maulid?!

Mohon jangan menukil perkataan beliau sebagian saja, cobalah pahami perkataan beliau secara utuh di halaman-halaman lainnya dalam kitab Iqtidho’. Simak baik-baik perkataan beliau di atas: “Boleh jadi Allah memberi ganjaran kepada mereka dikarenakan kecintaan dan kesungguhan mereka, dan bukan bid’ah maulid Nabi yang mereka ada-adakan sebagai perayaan.” Dari sini, beliau menggolongkan maulid sebagai bid’ah karena memang tidak pernah diadakan oleh para salaf dahulu (sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in). Namun perayaan ini dihidupkan dan diada-adakan olehDinasti ‘Ubaidiyyun[4]. Dan ingat, beliau katakan bahwa mudah-mudahan mereka mendapat pahala karena mengangungkan dan mencintai beliau, namun bukan pada acara bid’ah maulid yang mereka ada-adakan. Mohon pahami baik-baik perkataan beliau ini. Semoga Allah beri kepahaman.

Lebih tegas lagi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan mengenai Maulid Nabi dapat dilihat dalam Majmu’ Al Fatawa sebagai berikut.

وَأَمَّا اتِّخَاذُ مَوْسِمٍ غَيْرِ الْمَوَاسِمِ الشَّرْعِيَّةِ كَبَعْضِ لَيَالِي شَهْرِ رَبِيعٍ الْأَوَّلِ الَّتِي يُقَالُ : إنَّهَا لَيْلَةُ الْمَوْلِدِ أَوْ بَعْضِ لَيَالِيِ رَجَبٍ أَوْ ثَامِنَ عَشَرَ ذِي الْحِجَّةِ أَوْ أَوَّلِ جُمْعَةٍ مِنْ رَجَبٍ أَوْ ثَامِنِ شَوَّالٍ الَّذِي يُسَمِّيهِ الْجُهَّالُ عِيدَ الْأَبْرَارِ فَإِنَّهَا مِنْ الْبِدَعِ الَّتِي لَمْ يَسْتَحِبَّهَا السَّلَفُ وَلَمْ يَفْعَلُوهَا وَاَللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَعْلَمُ .

“Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang disyari’atkan (yaitu Idul Fithri dan Idul Adha) seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabi’ul Awwal (yang disebut dengan malam Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rojab, hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum’at dari bulan Rojab atau perayaan hari ke-8 Syawal -yang dinamakan orang yang sok pintar (alias bodoh) dengan ‘Idul Abror (lebaran ketupat)-; ini semua adalah bid’ah yang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak pernah melaksanakannya. Wallahu subhanahu wa ta’ala a’lam.”[5]

Renungkan perkataan beliau baik-baik. Apakah bisa dipahami dari perkataan terakhir ini bahwa beliau mendukung Maulid? Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita sekalian agar bisa membedakan mana yang benar dan mana yang keliru.

Kerancuan Kedua: Ibnu Hajar Al ‘AsqolaniMembolehkan Maulid Nabi

Perkataan berikut kami nukil dari kitab Al Hawiy yang ditulis oleh Imam As Suyuthi.[6]

وقد سئل شيخ الإسلام حافظ العصر أبو الفضل بن حجر عن عمل المولد فأجاب بما نصه: أصل عمل المولد بدعة لم تنقل عن أحد من السلف الصالح من القرون الثلاثة ولكنها مع ذلك قد اشتملت على محاسن وضدها فمن تحرى في عملها المحاسن وتجنب ضدها كان بدعة حسنة وإلا فلا قال وقد ظهر لي تخريجها على أصل ثابت وهو ما ثبت في الصحيحين من أن النبي صلى الله عليه وسلم قدم المدينة فوجد اليهود يصومون يوم عاشوراء فسألهم فقالوا هو يوم أغرق الله فيه فرعون ونجى موسى فنحن نصومه شكرا لله تعالى فيستفاد منه فعل الشكر لله على ما من به في يوم معين من إسداء نعمة أو دفع نقمة ويعاد ذلك في نظير ذلك اليوم من كل سنة والشكر لله يحصل بأنواع العبادة كالسجود والصيام والصدقة والتلاوة وأي نعمة أعظم من النعمة ببروز هذا النبي نبي الرحمة في ذلك اليوم وعلى هذا فينبغي أن يتحرى اليوم بعينه حتى يطابق قصة موسى في يوم عاشوراء ومن لم يلاحظ ذلك لا يبالي بعمل المولد في أي يوم من الشهر بل توسع قوم فنقلوه إلى يوم من السنة وفيه ما فيه – فهذا ما يتعلق بأصل عمله، وأما ما يعمل فيه فينبغي أن يقتصر فيه على ما يفهم الشكر لله تعالى من نحو ما تقدم ذكره من التلاوة والإطعام والصدقة وإنشاد شيء من المدائح النبوية والزهدية المحركة للقلوب إلى فعل الخير والعمل للآخرة وأما ما يتبع ذلك من السماع واللهو وغير ذلك فينبغي أن يقال ما كان من ذلك مباحا بحيث يقتضي السرور بذلك اليوم لا بأس بإلحاقه به وما كان حراما أو مكروها فيمنع وكذا ما كان خلاف الأولى

Syaikhul Islam Hafizh di masa ini, Abul Fadhl Ibnu Hajar ditanya mengenai amalan Maulid, beliau pun menjawab dengan redaksi sebagai berikut:

“Asal  melakukan maulid adalah bid’ah, tidak diriwayatkan dari ulama salaf dalam tiga abad pertama, akan tetapi didalamnya terkandung kebaikan-kebaikan dan juga kesalahan-kesalahan. Barangsiapa melakukan kebaikan di dalamnya dan menjauhi kesalahan-kesalahan, maka ia telah melakukan buid’ah yang baik (bid’ah hasanah). Saya telah melihat landasan yang kuat dalam hadist sahih Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamdatang ke Madinah, beliau menemukan orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura, maka beliau bertanya kepada mereka, dan mereka menjawab, “Itu hari dimana Allah menenggelamkan Firaun, menyelamatkan Musa, kami berpuasa untuk mensyukuri itu semua.” Dari situ dapat diambil kesimpulan bahwa boleh melakukan syukur pada hari tertentu di situ terjadi nikmat yang besar atau terjadi penyelamatan dari mara bahaya, dan dilakukan itu tiap bertepatan pada hari itu. Syukur bisa dilakukan dengan berbagai macam ibadah, seperti sujud, puasa, sedekah, membaca al-Qur’an dll. Apa nikmat paling besar selain kehadiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di muka bumi ini. Maka sebaiknya merayakan maulid dengan melakukan syukur berupa membaca Qur’an, memberi makan fakir miskin, menceritakan keutamaan dan kebaikan Rasulullah yang bisa menggerakkan hati untuk berbuat baik dan amal sholih. Adapun yang dilakukan dengan mendengarkan musik dan memainkan alat musik, maka hukumnya dikembalikan kepada hukum pekerjaan itu. Kalau perkara yang dilakukan ketika itu mubah maka hukum merayakannya mubah, kalau itu haram maka hukumnya haram dan kalau itu kurang baik maka begitu seterusnya”.[7]

Sanggahan untuk kerancuan di atas:

Pertama: Yang harus dipahami dari setiap perkataan ulama bahwa mereka tidaklah ma’shum, artinya mereka tidaklah luput dari kesalahan dan ketergelinciran. Oleh karenanya, seharusnya yang jadi pegangan adalah dalil. Janganlah bersikap mengambil pendapat mereka yang ganjil berdasarkan selera dan hawa nafsu. Jika ketergelinciran dan kekeliruan mereka yang diambil, maka pasti kita pun akan menuai kejelekan.

Sulaiman At Taimi mengatakan,

لَوْ أَخَذْتَ بِرُخْصَةِ كُلِّ عَالِمٍ اِجْتَمَعَ فِيْكَ الشَّرُّ كُلُّهُ

“Seandainya engkau mengambil setiap ketergelinciran ulama, maka pasti akan terkumpul padamu kejelekan.” Setelah mengemukakan perkataan ini, Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan, ”Ini adalah ijma’ (kesepakatan) para ulama, saya tidak mengetahui adanya perselisihan dalam hal ini.”

Al Auza’i mengatakan,

مَنْ أَخَذَ بِنَوَادِرِ العُلَمَاءِ خَرَجَ مِنَ الإِسْلاَمِ

“Barangsiapa yang mengambil pendapat yang ganjil dari para ulama, maka ia bisa jadi keluar dari Islam.” Asy Syatibi menyampaikan adanya ijma’ (kesepakatan para ulama) bahwa mencari-cari pendapat yang ganjil dari para ulama tanpa ada pegangan dalil syar’i adalah suatu kefasikan dan hal ini jelas tidak dibolehkan.[8]

Kedua: Ibnu Hajar rahimahullah telah mengatakan di atas: “Asal  melakukan maulid adalah bid’ah, tidak diriwayatkan dari ulama salaf dalam tiga abad pertama”, maka sebenarnya perkataan beliau ini sudah cukup untuk menyatakan tercelanya perayaan Maulid. Cukup sebagai sanggahannya,

لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ

“Seandainya amalan tersebut (perayaan maulid) baik, tentu mereka (para sahabat dan tabi’in) sudah mendahului kita untuk melakukannya.”

Ketiga: Justru dalil  puasa Asyura di atas bisa berbalik pada orang yang pro Maulid. Jika puasa Asyura adalah dalil untuk memperingati Maulid, maka tentu para salaf dahulu akan menjadikannya sebagai dalil. Sudah dipastikan bahwa mereka telah berijma’ (bersepakat) tidak merayakan maulid karena tidak satu pun di antara generasi awal Islam yang merayakannya. Argumen yang dikemukakan oleh Ibnu Hajarrahimahullah sebenarnya telah menyelisihi ijma’ (kesepakatan) para ulama salaf dari sisi pemahaman dan pengamalan. Siapa saja yang menyelisihi ijma’ salaf, berarti ia telah keliru. Karena para salaf tidaklah mungkin bersatu melainkan dalam petunjuk.

Keempat: Menyimpulkan dibolehkannya perayaan Maulid dari puasa Asyura adalah pendalilan yang terlalu memberat-beratkan diri dan pendalilan semacam ini tertolak. Karena ingatlah bahwa Maulid adalah ibadah dan bukan amalan sosial sebagaimana kata sebagian orang. Buktinya adalah yang merayakan maulid ingin merealisasikan cinta Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam, namun lewat jalan yang keliru. Dan juga setiap yang merayakannya pasti ingin cari pahala. Bagaimana mungkin ini dikatakan bukan ibadah?! Jika perayaan tersebut adalah ibadah, maka landasannya adalah dalil dan mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan hanya sangkaan baik semata. Jika masih mengklaim bahwa Maulid adalah bid’ah hasanah, maka cukup kami sanggah dengan perkataan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,

وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ

“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.”[9]

Ibnu ‘Umar mengatakan,

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً

“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.”[10]

Kelima: Ingatlah bahwa mengenai puasa Asyura ada dorongan dari Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melakukannya. Hal ini jauh berbeda dengan perayaan Maulid yang Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak mendorong untuk melakukannya.[11]

Kerancuan Ketiga: Shalahuddin Al Ayubi Mempelopori Peringatan Maulid

Di negeri ini lebih terkenal kalau Shalahuddin Al Ayubi adalah pelopor Maulid Nabi dalam rangka menyemangati para pemuda.

Kami merasa aneh kenapa pejuang Sunnah yang anti Rafidhah (Syi’ah) malah diklaim sebagai pemrakarsa perayaan Maulid. Perlu diketahui bahwa Shalahuddin Al Ayubi adalah seorang raja dan panglima Islam. Beliau bahkan yang melenyapkan perayaan Maulid yang sebenarnya diprakarsai oleh Dinasti Fatimiyyun sebagaimana dinyatakan oleh banyak ahli sejarah. Berikut perkataan ahli sejarah mengenai Maulid Nabi.

Al Maqriziy, seorang pakar sejarah mengatakan, “Para khalifah Fatimiyyun memiliki banyak perayaan sepanjang tahun. Ada perayaan tahun baru, hari ‘Asyura, maulid (hari kelahiran) Nabi, maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah al Zahra, maulid khalifah yang sedang berkuasa, perayaan malam pertama bulan Rajab, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Sya’ban, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Ramadhan, perayaan malam penutup Ramadhan, perayaan ‘Idul Fithri, perayaan ‘Idul Adha, perayaan ‘Idul Ghadir, perayaan musim dingin dan musim panas, perayaan malam Al Kholij, hari Nauruz (Tahun Baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), hari Al Khomisul ‘Adas (3 hari sebelum paskah), dan hari Rukubaat.”[12]

Asy Syaikh Bakhit Al Muti’iy, mufti negeri Mesir dalam kitabnya Ahsanul Kalam (hal. 44) mengatakan bahwa yang pertama kali mengadakan enam perayaan maulid yaitu: perayaan Maulid (hari kelahiran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maulid ‘Ali, maulid Fatimah, maulid Al Hasan, maulid Al Husain –radhiyallahu ‘anhum- dan maulid khalifah yang berkuasa saat itu yaitu Al Mu’izh Lidinillah (keturunan ‘Ubaidillah dari dinasti Fatimiyyun) pada tahun 362 H.

Begitu pula Asy Syaikh ‘Ali Mahfuzh dalam kitabnya Al Ibda’ fi Madhoril Ibtida’ (hal. 251) dan Al Ustadz ‘Ali Fikriy dalam Al Muhadhorot Al Fikriyah (hal. 84) juga mengatakan bahwa yang mengadakan perayaan Maulid pertama kali adalah ‘Ubaidiyyun (Fatimiyyun).[13]

Lalu siapakah sebenarnya ‘Ubaidiyyun (Fatimiyyun)?

Al Qodhi Al Baqillaniy menulis kitab khusus untuk membantah Fatimiyyun yang beliau namakan “Kasyful Asror wa Hatkul Astar (Menyingkap rahasia dan mengoyak tirai)”. Dalam kitab tersebut, beliau membuka kedok Fatimiyyun dengan mengatakan, “Mereka adalah suatu kaum yang menampakkan pemahaman Rafidhah (Syi’ah) dan menyembunyikan kekufuran semata.”

Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni Ad Dimasqiy mengatakan, “Tidak disangsikan lagi, jika kita melihat pada sejarah kerajaan Fatimiyyun, kebanyakan dari raja (penguasa) mereka adalah orang-orang yang zholim, sering menerjang perkara yang haram, jauh dari melakukan perkara yang wajib, paling semangat dalam menampakkan bid’ah yang menyelisihi Al Kitab dan As Sunnah, dan menjadi pendukung orang munafik dan ahli bid’ah. Perlu diketahui, para ulama telah sepakat bahwa Daulah Bani Umayyah, Bani Al ‘Abbas (‘Abbasiyah) lebih dekat pada ajaran Allah dan Rasul-Nya, lebih berilmu, lebih unggul dalam keimanan daripada Daulah Fatimiyyun. Dua daulah tadi lebih sedikit berbuat bid’ah dan maksiat daripada Daulah Fatimiyyun. Begitu pula khalifah kedua daulah tadi lebih utama daripada Daulah Fatimiyyun.”

Beliau rahimahullah juga mengatakan, “Bani Fatimiyyun adalah di antara manusia yang paling fasik (banyak bermaksiat) dan paling kufur.”[14]

Bani Fatimiyyun atau ‘Ubaidiyyun juga menyatakan bahwa mereka memiliki nasab (silsilah keturunan) sampai Fatimah. Ini hanyalah suatu kedustaan. Tidak ada satu pun ulama yang menyatakan demikian.

Ahmad bin ‘Abdul Halim juga mengatakan dalam halaman yang sama,  “Sudah diketahui bersama dan tidak bisa disangsikan lagi bahwa siapa yang menganggap mereka di atas keimanan dan ketakwaan atau menganggap mereka memiliki silsilah keturunan sampai Fatimah, sungguh ini adalah suatu anggapan tanpa dasar ilmu sama sekali. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.” (QS. Al Israa’: 36). Begitu juga Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali orang yang bersaksi pada kebenaran sedangkan mereka mengetahuinya.” (QS. Az Zukhruf: 86). Allah Ta’ala juga mengatakan saudara Yusuf (yang artinya), “Dan kami hanya menyaksikan apa yang kami ketahui.” (QS. Yusuf: 81). Perlu diketahui bahwa tidak ada satu pun ulama yang menyatakan benarnya silsilah keturunan mereka sampai pada Fatimah.”[15]

Begitu pula Ibnu Khallikan mengatakan, “Para ulama peneliti nasab mengingkari klaim mereka dalam nasab [yang katanya sampai pada Fatimah].”[16]

‘Abdullah At Tuwaijiriy mengatakan, “Al Qodhi Abu Bakr Al Baqillaniy dalam kitabnya ‘yang menyingkap rahasia dan mengoyak tirai Bani ‘Ubaidiyyun’, beliau menyebutkan bahwa Bani Fatimiyyun adalah keturunan Majusi. Cara beragama mereka lebih parah dari Yahudi dan Nashrani. Bahkan yang paling ekstrim di antara mereka mengklaim ‘Ali sebagai ilah (Tuhan yang disembah) atau ada sebagian mereka yang mengklaim ‘Ali memiliki kenabian. Sungguh Bani Fatimiyyun ini lebih kufur dari Yahudi dan Nashrani.

Al Qodhi Abu Ya’la dalam kitabnya Al Mu’tamad menjelaskan panjang lebar mengenai kemunafikan dan kekufuran Bani Fatimiyyun. Begitu pula Abu Hamid Al Ghozali membantah aqidah mereka dalam kitabnya Fadho-ihul Bathiniyyah (Mengungkap kesalahan aliran Batiniyyah).”[17]

Bagaimana mungkin Shalahuddin menghidupkan perayaan Maulid sedangkan beliau sendiri yang menumpas ‘Ubaidiyyun?! Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni rahimahullahmengatakan,

صَلَاحِ الدِّينِ الَّذِي فَتَحَ مِصْرَ ؛ فَأَزَالَ عَنْهَا دَعْوَةَ العبيديين مِنْ الْقَرَامِطَةِ الْبَاطِنِيَّةِ وَأَظْهَرَ فِيهَا شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ

“Sholahuddin-lah yang menaklukkan Mesir. Beliau menghapus dakwah ‘Ubaidiyyun yang menganut aliran Qoromithoh Bathiniyyah (aliran yang jelas sesatnya, pen). Shalahuddin-lah yang menghidupkan syari’at Islam di kala itu.”[18]

Dalam perkataan lainnya, Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni rahimahullahmengatakan,

فَتَحَهَا مُلُوكُ السُّنَّة مِثْلُ صَلَاحِ الدِّينِ وَظَهَرَتْ فِيهَا كَلِمَةُ السُّنَّةِ الْمُخَالِفَةُ لِلرَّافِضَةِ ثُمَّ صَارَ الْعِلْمُ وَالسُّنَّةُ يَكْثُرُ بِهَا وَيَظْهَرُ

“Negeri Mesir kemudian ditaklukkan oleh raja yang berpegang teguh dengan Sunnah yaitu Shalahuddin. Beliau yang menampakkan ajaran Nabi yang shahih di kala itu, berseberangan dengan ajaran Rafidhah (Syi’ah). Di masa beliau, akhirnya ilmu dan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam[19][20] semakin terbesar luas.”

Dari penjelasan ini, sangat mustahil jika kita katakan bahwa Shalahuddin Al Ayubi yang menjadi pelopor perayaan Maulid, padahal beliau sendiri yang menumpas ‘Ubaidiyyun. Sungguh, jika ada yang menyatakan bahwa Shalahuddin sebagai pelopor Maulid, maka ini sama saja memutar balikkan sejarah. Sejarah yang benar, Shalahuddin itu menumpas ‘Ubaidiyyun sebelum diadakan perang salib karena ‘Ubaidiyyun yang sebenarnya melemahkan kaum muslimin dengan maulid yang mereka ada-adakan. Namun inilah kenyataan sejarah yang direkayasa yang diputarbalik dan disebar di negeri ini. Hanya Allah yang beri taufik.

Kerancuan Keempat: Argumen Peringatan Maulid dengan Puasa Senin Kamis

Berikut adalah kerancuan lainnya dari kalangan pro Maulid. Mereka mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri mensyukuri atas kelahirannya. Dalam sebuah hadits dinyatakan:

عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْإِثْنَيْنِ فَقَالَ فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ . رواه مسلم

“Dari Abi Qotadah al-Anshori radhiyallahu ‘anhu sesungguhnya Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallampernah ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku”. (H.R. Muslim, Abud Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Ibnu Abi Syaibah dan Baghawi).”[21]

Sanggahan terhadap syubhat di atas:

Pertama: Bagaimana mungkin dalil di atas menjadi pendukung untuk merayakan hari kelahiran beliau[?] Ini sungguh tidak tepat dalam berdalil. Lihatlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melaksanakan puasa pada tanggal kelahirannya yaitu tanggal 12 Rabiul Awwal, dan itu kalau benar pada tanggal tersebut beliau lahir. Karena dalam masalah tanggal kelahiran beliau masih terdapat perselisihan. Yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan adalah puasa pada hari Senin bukan pada 12 Rabiul Awwal[!] Seharusnya kalau mau mengenang hari kelahiran Nabi dengan dalil di atas, maka perayaan Maulid harus setiap pekan bukan setiap tahun.

Kedua: Ingatlah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan hanya menjadikan hari Senin untuk berpuasa namun juga hari kamis. Dari ‘Aisyahradhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَتَحَرَّى صِيَامَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari senin dan kamis.”[22] Sehingga hadits yang dikemukakan kalangan pro Maulid bukan menunjukkan bahwa beliau ingin memperingati hari kelahirannya.

Ketiga: Jika memperingati maulid adalah dalam rangka bersyukur kepada Allah atas kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka cara memperingatinya adalah dengan berpuasa sebagaimana yang beliau contohkan. Namun kami belum ketahui ada yang bersyukur dengan cara seperti ini. Yang ada bentuk syukurnya adalah dengan membaca shalawat tanpa tuntunan, bahkan ada pula yang memperingatinya dengan bermusik ria.[23]

Demikian pembahasan kami mengenai beberapa syubhat yang ada dari para simpatisan pro Maulid. Namun masih banyak syubhat dan kerancuan lainnya, moga-moga lain waktu bisa kami lengkapi insya Allah. Intinya, syubhat yang dimunculkan tidak terlepas dari dua kemungkinan, yaitu boleh jadi dengan anggapan baik semata (tanpa dalil) dan boleh jadi dengan dalil namun salah dalam memahami.

Semoga apa yang kami sajikan ini bermanfaat bagi kaum muslimin sekalian. Cukuplah maksud kami ini sebagaimanan yang dikatakan oleh Nabi Syu’aib.

إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS. Huud: 88)

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.



Disempurnakan berkat pertolongan Allah di Pangukan-Sleman, Jum’at – 12 Rabi’ul Awwal 1431 H (26/02/2010)

***

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id , dipublish ulang oleh http://rumaysho.com


[1] Syubhat ini dikemukakan di salah satu web pro Maulid Nabi. Silakan lihat link berikut >>http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1150&Itemid=1. Begitu pula Syubhat ini dilontarkan oleh pemilik

Larangan Duduk Memeluk Lutut Saat Khutbah Jumat

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc   Tidak sedikit jamaah shalat Jumat yang duduknya dalam keadaan memeluk lutut. Bahkan saking enaknya duduk ...