Kesalahan Sebagian orang dalam memahami istilah Kafa'a

Kata kufu’ artinya sepadan atau setara. Dalam pengertian adat-istiadat, kufu’ ialah kedudukan setara antara calon suami dengan calon istri, baik dalam urusan agama, keturunan, nasab, maupun kedudukan sosial dan ekonomi. Bila calon pasangan dalam hal-hal tersebut setara, maka mereka disebut kufu’. Adapun kufu’ dalam bidang lain, seperti tingkat pendidikan, sosial, ekonomi dan lain-lain bukan merupkan masalah pokok yang dapat menghalangi upaya penciptaan rumah tangga yang sakinah dan mawaddah. Masalah-masalah semacam itu dapat diatasi dengan cara melakukan peningkatan secara bertahap dari pihak yang bersangkutan.
sekufu menurutku: Kualitas Dirinya Setaraf atau Lebih Baik diambil dikutipan dari suatu kisah dengan judul: Nikahilah SYARIFAH Memperhatikan beberapa bahasan sekitar topik ini rasanya tidak adil kalau tidak ada pembandin. Rekayasa dalil oleh beberapa pihak juga merugikan pihak itu sendiri sebelum orang lain. Mari kita perhatikan: 1) MEREKA memakai dalil BARIROH yang diberi HAK KHIYAR. itu saja HAK…. [mereka membahasakan DISURUH BERPISAH karena TIDAK KUFU] Dan perbedaan STATUS bariroh adalah TIMBUL baru DARI BUDAK MENJADI MERDEKA bukan karena nasab bukan juga karena dari AWAL tidak sekufu. Mereka tidak mau melihat realita ini…. Lihat juga qodliyah syh.ZAINAB binti JAHZ. Mereka membelokkan motivasi pernikahannya dengan RASUL S.A.W. mereka bilang karena ketidakkufuuan syh.Zainab dg ZAID bin Haritsah ! Perhatikan keajaiban ini! dan tanyakan ,kalau soal kufu kenapa dari awal dinikahkan? Siapa pula yang menikahkan!? Tidakkah disimak illat ayat dalam AL-ahzab tentang TABANNY!? Kalo alqur’an bilang karena TABANNY ,lalu ada yg teriak karena kekufuan,,.maka SIAPA anda???!

2) MEREKA berdalil SY.Umar ra saja menginginkan HUBUNGAN nasab dg Menikahi SALAH SATU putri sy.ALI ra….terus mengkritik jamaah lain yang dikiranya sembarangan tidak menjaga nasab degan menikahkan putrinya dengan kalangan luar….MARI kita tanya balik dia: APAKAH SAYYIDINA ALI ra. tidak menjaga nasab dengan menikahkan putrinya pada sy.Umar ra.? demikian pula FATIMAH binti sy.ALI ra diperistri ALMUNDZIR bin UBAIDAH bin ZUBEIR bin AWWAM…! APAkah sy.ALHUSEIN ra tidak menjaga nasab hingga menikahkan putrinya FATIMAH pada ABDILLAH bin UMAR bin UTSMAN bin AFFAN?Begitu pula SUKEINAH binty ALHUSEIN ra diambil istri oleh ZAID bin AMR bin UTSMAN bin AFFAN ! Lalu oleh MUS’AB bin ZUBEIR bin AWWAM!…..

3) Mereka BERISTIDLAL dengan hadits al-HAKIEM {orang ARAB kufu sesama ARABnya….sampai sempurna hadits}… PADAHAL IBNU ABI HATIEM bertanya pd ayahnya tentang hadits tersebut dan dijawab: itu ADALAH BOHONG ,tdk ada ASALnya. ADDARUQUTHNI juga berkata dalam KITABnya ALilal: Hadits tersbut TDK berdasar ,.IBNU ABDIL BAR juga berkomentar: Ini adalah hadits MUNGKAR dan MAUDLU’…..disamping LOGIKA dari hadits tersebut tidk MENUTUP KEMUNGKINAN keKUFUAN non ARAB terhadap ARAB kecuali ada dalil lain. Karena statement AFFIRMATIF demikian HUKUMNYA sebagaimana KAIDAH USHUL FIQH.

4) Mereka memakai dalil ucapan sy.UMAR ra. saya akan cegah pernikahan wanita2 punya status tinggi kcuali dengan yang SEIMBANG… jawabnya adalah ITU kebijakan sy.Umar ra dan hadits MAUQUF tidak cukup sebagai dalil Kekufuan nasab, lagi pula lafadz HASAB tidak bisa diartikan NASAB kcuali dg dalil’; Kalaupun kita akuri adANYA kUFU dalam nasab ,meski tidak ada hadits shohih dalam hal ini,maka semua itu TIDAK AKAN melampaui dari keberadaannya sebagai HAK…. HAK yang sewaktu waktu bisa ditanggalkan sesuai tuntutan situasi kondisi…..Hak yg tidak bisa menghalangai seseorang untuk melamar SYARIFAH ! APAKAH Rasulullah s.a.w. melarang ABU BAKAR ra? melamar sayyidah FATIMAH ra.? APAKAH BELIAU s.a.w. melarang UMAR r.a. dalam hal yang sama? Soal diterima ato tidak itu urusan dan hak WALIYYUL AMR….cuma hal penting yang harus diperhatikan semua pihak bahwa seorang wanita semakin lama tidak semakin besar animo peminat padanya dan tidak semua orang tertarik pada kalangan tertentu plus hadits riwayat at-Tirmidzi,al-Baihaqi,al-Hakiem : [Bila datang orang yang kalian ridho akan akhlak dan agamanya maka nikahkanlah. Apabila tidak kalian lakukan maka akan timbul fitnah dan kerusakan besar di bumi.]. APAKAH menjaga hak harus dengan membiarkan para syarifah DITEKAN OLEH PEMAHAMAN YANG SEMPIT? Bagaimana tdk? kalau sampai ada yang berwasiat bila putrinya tdk mendapatkan sayyid -karena dia dari kalangan itu- lebih baik tdk …APAKAH wasiat seperti itu tdk mungkar? Bukankah wasiat mungkar tidak boleh diikuti?

APAKAH itu bukan WA’DUL BANAT yang semestinya DIBERANGUS HABIS oleh kalangan mereka sendiri? MAHA BENAR ALLAH swt. dalam firman-NYA dalam ayat 8 surat ATTAKWIR… Wa’DUL BANAT adalah HARAM sedang melepas hak TDK ADA YANG MENGATAKAN HARAM apalagi demi melestarikan DZURRIYAH ARROSUL s.a.w… maka bila berkumpul ANTARA HARAM dan TIDAK HARAM jelas yang WAJIB Diambil adalah YANG KEDUA…

5) Mereka bilang kalau memang sang wanita mau dan disetujui wali-walinya maka boleh2 saja.Cuma wali ini harus semua wali bahkan satu pendapat seluruh wali di bumi!!!) Lihat keajaiban ini ! Bagaimana mereka terus mencari celah menghalangi sunnah ArRasul terimplementasikan bahkan pada dzurriyah beliau s.a.w. sendiri cuma karena gender mereka. Padahal ASSYEIKH Abu Hamid, dedengkot Syafi’iyah-madzhab yang relatif paling diperpegangi mereka, berkata : WALI-WALI wanita yang nikah dg selain KUFU, mereka yang diperhitungkan persetujuannya adalah YANG menjadi WALI akad ketika proses PERNIKAHAN. Bukan orang yang bisa berpindah kewalian padanya.Yang seperti itu tidak diperhitungkan persetujuannya. (Lihat alBayan 9/194 ,fiqhussunnah 290 dll).

6.Mereka membuat kelas khusus dalam kekufuaan nasab. Padahal peristilahan yang masyhur adalah HASYIMIAH, MUTTHOLIBIYAH, QUROSYIYYAH, ARAB, KESALIHAN dan ISLAM. Bila tidak…Bagaimana ayah Imam Syafii bisa menikahi SYARIFAH???

7. Mereka sering kali memakai qoul kedua, ketiga, keempat dst.. bahkan memakai literatur dari kalangan yang dipertanyakan amanat ILMIAH ,kadar obyektifitas dan dan ke-fair-annya…..Dan anda semua tahu bahwa BILA ADA PENDAPAT PERTAMA maka yang lain harus minggir.

8. Apakah dg menikah dengan pihak luar hubungan ke al-JAD AL-a’dzom s.a.w. terputus? Sama sekali tidak. Kalau dalam intisabnya anak, maka benar seseorang intisab kpd ayahnya. Sedang keterhubungan ke beliau s.a.w. maka adakalanya dg nasab atau SABAB. SABAB ini seperti hubungan ilmu, kesahabatan dan lain-lain. Adapun hubungan darah, maka hal itu berada di atas SABAB. KALAU tidak , mengapa sy.Umar r.a. Repot-repot memeperistri sydah Ummu Kultsum binti sy.Ali ra? BADH’AH NABAWIYAH ini di mana pun berada PASTI TERMULIAKAN. Sampai di akhirat. Sekedar diketahui bahwa Imam SYAFI’I dan dan banyak ulama lain termasuk RAJA-RAJA UTSMANIYAH adalah dari model ini.

9.Mereka menjadikan sydah ROBIAH alADAWIYAH sebagai sosok yang layak diteladani dalam hal yang mereka inginkan…..Di sini mereka membikin kekaburan. ALADAWIYAH mengambil kebijakan pribadinya bukan karena tidak mendapatkan orang yang KUFU. Berapa kali ORANG sekelas HASAN ALBASHRI melamarnya!

10. KETIDAKsetaraan dalam nasab tidak bisa mengeliminir sabda RASUL s.a.w. [ANNIKAHU SUNNATI FAMAN ROGHIBA 'AN SUNNATI FALAISA MINNI] Pernikahan adalah merupakan sunnahku (kata Nabi ) dan merupakan sunnah bagi nabi-nabi sebelum saya, barang siapa yang inkar atas sunnahku maka dia bukan golonganku.

11. Mereka seenaknya mengartikan hadits QOTUSSHILAH dengan shilah nasab. Hal yang jauh dari shiyagh. Pengartian hadits tidak bisa tidak dengan mempertimbangkan AQWAL Ulama di sekitar hadits tersebut serta memperhatikan kaidah PENAFSIRAN NASH yang di antaranya adalah makna dhohir harus dipakai selama tidak ada dalil lain yang mengharuskannya beralih ke makna lain. Sedang makna dhohir QOT’USSHILAH adalah memutus hubungan dengan tidak mempergauli atau menyambung kekerabatan bahkan menjauhi dengan tidak memudahkan faktor2 pernikahan. dst. HAL yang tidak bisa dibuat sembarangan.

12. Mereka mamakai ucapan Sahabat Salman alfarisi r.a. yang BUKAN HADITS marfu’ sebagai sandaran. Sesuatu yang sangat lemah dalam berHUJJAH. Itu saja kalau diketahui asbab wurudnya ucapan Salman aLfarisi maka akan ketahuanlah kemana ucapan itu harus diarahkan. Sedang asal usul ucapan Shahabat Salman r.a. tersebut adalah dia melamar putri sy.Umar bin Khottob r.a. dan diberi pengharapan. Tetapi Ibnu Umar tidak suka hal tersebut. Lalu ia bertemu AMR bin Ash r.a. yang berjanji akan memberesi hal ini. Amr bin Ash lalu bertemu Salman dan bilang dengan nada sumbang :”Selamat,ya!” /Sahabat Salman r.a.bertanya-tanya dan berkata,”Atas apa?” /Dijawab Amr r.a.,”AMIRUL MU’MININ tawadlu, merendahkan diri padamu.”/ Salman r.a. yang merasa tidak enak lantas berkata,”Apakah karena seorang semacam saya ,beliau merendahkan diri? Demi Allah saya tidak akan memperistri putrinya,selamanya……” Dan dalam riwayat al-Baihaqi terdapat :” Wahai golongan Arab kami tidak menikahi wanita-wanitamu dan tidak mengimamimu sholat….” Demikianlah… itu semua ucapan pribadi Sahabat Salman r.a. yang tidak bisa dibuat UMUM kecuali dengan dalil lain . BAHKAN banyak hadits lain yang berseberangan semacam Hadits BILAL memperistri Halah binti AUF saudara Abdurrahman bin Auf r.a…Seperti hadits Usamah bin Zaid yang memeperistri FATHIMAH binti QOIS alQUROSYIYAH.. dan contoh lain SABDA RASULULLAH s.a.w. :{YA BANY BAYADHOH…Nikahkanlah ABA HIND ..dan ambillah dia sbg menantu…} padahal Abu Hind cuma seorang HAJJAM, tukang canduk (sedot darah )….dst.


13. Madzhab-madzhab Islam yang MU’TABAROH wujud adalah untuk keMASLAHATAN MUSLIMIN. TIDAK ADA keWAJIBAN MEMPERPEGANGI habis satu MADZHAB APA lagi bila berhadapan keadaan dhorurat. BAHKAN kaidah FIQHIYYAH berkata: al-hajat TUNAZZALUL MUNAZZALADDHORURAOH Dan dalam HADITS: AdDIENU YUSR….alhadits! (Wallhu A’lam)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Dari blog tetangga gan

Dlm Al Quran yang menyebut ‘ahlulbait’, rasanya ada 3 (tiga) ayat dan 3 surat.

1. QS. 11:73: Para Malaikat itu berkata: “Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah”.

2. QS. 28:12: Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusukan(nya) sebelum itu; maka berkatalah Saudara Musa: ‘Maukahkamu aku tunjukkan kepadamu ‘ahlulbait’ yang akan memeliharanya untukmu, dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?

3. QS. 33:33: “…Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu ‘ahlulbait’ dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.

Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya QS. 33: 28, 30 dan 32, maka makna para ahlulbait adalah para isteri Nabi Muhammad SAW.

Sedangkan ditinjau dari sesudah ayat 33 yakni QS. 33:34, 37 dan 40 maka penggambaran ahlulbaitnya mencakup keluarga besar Nabi Muhammad SAW. para isteri dan anak-anak beliau.

Jika kita kaitkan dengan makna ketiga ayat di atas dan bukan hanya QS. 33:33, maka lingkup ahlul bait tersebut sifatnya menjadi universal terdiri dari:

1. Kedua orang tua Saidina Muhammad SAW.

2. Saudara kandung Saidina Muhammad SAW.

3. Isteri-isteri beliau.

4. Anak-anak beliau baik perempuan maupun laki-laki. Khusus anak lelaki beliau yang berhak menurunkan ‘nasab’-nya, sayangnya tak ada yang hidup sampai anaknya dewasa.

Bagaimana tentang pewaris tahta ‘ahlul bait’ dari Bunda Fatimah?. Ya jika merujuk pada QS. 33:4-5, jelas bahwa Islam tidaklah mengambil garis nasab dari perempuan kecuali bagi Nabi Isa Al Masih yakni bin Maryam. ya jika merujuk pada Al Quran maka anak Bunda Fatimah dengan Saidina Ali tidaklah bisa mewariskan nasab Saidina Muhammad SAW.
Bagaimana Saidina Ali bin Abi Thalib, anak paman Saidina Muhammad SAW, ya jika merujuk pada ayat-ayat ahlul bait pastilah beliau bukan termasuk kelompok ahlul bait. Jadi, anak Saidina Ali bin Abi Thalib baik anak lelakinya mapun perempuan, otomatis tidaklah dapat mewarisi tahta ‘ahlul bait’.

Kesimpulan dari tulisan di atas, maka pewaris tahta ‘ahlul bait’ yang terakhir hanya tinggal bunda Fatimah. Berarti anaknya Saidina Hasan dan Husein bukanlah pewaris tahta AHLUL BAIT.

Dengan demikian sudah waktunya kita menutup debat dan perbincangan masalah Ahlul Bait ini. Fihak-fihak baik kelompok sunni, habaib maupun kelompok syiah yang selama ini saling mengklaim bahwa mereka adalah keturunan ahlul bait itu, sebenarnya ridak ada haknya sebagai pewaris ahlul bait akibatnya telah menimbulkan peruncingan hubungan sesama Muslim.

Larangan Duduk Memeluk Lutut Saat Khutbah Jumat

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc   Tidak sedikit jamaah shalat Jumat yang duduknya dalam keadaan memeluk lutut. Bahkan saking enaknya duduk ...